Integrasi
Rencana Strategis dan Pengukuran Kinerja
pada Kementerian/Lembaga Pemerintahan di Indonesia
Sebagai
tindak lanjut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 dan
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih
dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, maka Pemerintah menerbitkan Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP), yang mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki
dan dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Instruksi Presiden tersebut
kemudian diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun
2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), yang
kemudian diatur secara lebih detail dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah.
SAKIP
adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang
dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi
pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi
pemerintah (Perpres 29 Tahun 2014, Pasal 1).
SAKIP
merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem
pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas
keuangan. Penerapan SAKIP bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas
akuntabilitas kinerja, dan penerapan manajemen berbasis kinerja, yang meliputi
1) rencana strategis; 2) perjanjian kinerja; 3) pengukuran kinerja; 4)
pengelolaan data kinerja; dan 5) pelaporan kinerja. Pertanggungjawaban kinerja
tersebut dilaporkan dalam bentuk dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi
Pemerintah (LAKIP).
Rencana
strategis menjadi landasan penyelenggaraan SAKIP dan diatur ketentuannya lebih
lanjut dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019.
Menurut
Peraturan Menteri tersebut, Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra
K/L) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga adalah
dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahunan. Renstra
K/L memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, kegiatan
pembangunan, kerangka regulasi, dan kerangka kelembagaan sesuai dengan tugas
dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan bersifat indikatif.
Renstra
K/L mempunyai posisi yang sangat strategis di dalam Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, yaitu sebagai penjabaran RPJMN. Restra K/L selanjutnya
akan dijabarkan secara lebih rinci dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
(Renja K/L), yang merupakan rencana kerja untuk periode satu tahun.
Selanjutnya
dokumen Renja K/L yang telah tersusun, menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga
sebagai organasasi/instansi pengguna anggaran dalam penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). RKA-KL tersebut selanjutnya akan
digunakan sebagai input dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN), sebelum nanti akhirnya ditetapkan menjadi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Dokumen RKA-KL kemudian akan digunakan sebagai input dalam penyusunan
Laporan Kinerja Pembangunan K/L, Laporan Kinerja Anggaran K/L dan Laporan
Kinerja Organisasi K/L.
Keterkaitan antara Renstra K/L dengan proses
perencanaan dan penganggaran dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar Hubungan Antar Dokumen Perencanaan
Dalam
Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga disebutkan bahwa penganggaran pada
Instansi Pemerintah menggunakan model Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). PBK merupakan
penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara
pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam
pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk
itu Kementerian Negara/Lembaga diharuskan menyusun anggaran dengan mengacu
kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. lndikator kinerja
(performance indicators) dan sasaran
(targets) merupakan bagian dari
pengembangan sistem PBK. Penerapan PBK akan mendukung alokasi anggaran terhadap
prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk
menghubungkan antara keluaran (outputs)
dengan hasil (outcomes) yang disertai
dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang
dialokasikan.
Penerapan
PBK tersebut akan tercermin dalam dokumen anggaran (DIPA/RKA-KL). Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun
oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Sedangkan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) adalah dokumen perencanaan dan
penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga
yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta
anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Penyusunan anggaran dalam
dokumen RKA-KL merupakan bagian dari penyusunan APBN.
Terdapat
3 (tiga) tahapan utama dalam penerapan PBK, yaitu: 1) persiapan; 2)
pengalokasian anggaran; dan 3) pengukuran dan evaluasi kinerja. Pada tahap
persiapan langkah yang paling penting adalah penyediaan dokumen sumber. Langkah
ini diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi
anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan.
Dokumen sumber yang digunakan meliputi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang menyajikan data capaian kinerja tahun sebelumnya.
LAKIP
mempunyai dua fungsi: pertama, untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada
seluruh stakeholders. Kedua, sebagai
sarana evaluasi atas pencapaian kinerja dalam upaya memperbaikinya di masa yang
akan datang. Informasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan untuk
merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, termasuk
target kinerja dan capaiannya. Sehingga terdapat kaitan yang jelas antara
proses perencanaan dan pengukuran kinerja.
Pada
tahap pengalokasian anggaran, setelah ditetapkannya prioritas pada setiap
tingkatan unit organisasi, langkah selanjutnya adalah penetapan target. Langkah ini berkaitan erat dengan perumusan
indikator kinerja, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kegiatan. Langkah selanjutnya adalah melihat dan
memperhitungkan ketersediaan anggaran untuk selanjutnya dituangkan dalam
rincian pendanaan dan detil biaya.
Tahap
terakhir dari penerapan PBK adalah pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran
kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang telah
dilaksanakan. Sedangkan evaluasi kinerja
merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan
efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasilnya akan
digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan
anggaran pada tahun yang akan datang. Hal ini merupakan sebuah learning process.
Pada
tahap ini, indikator kinerja mempunyai peran yang sangat penting. Indikator kinerja beserta targetnya merupakan
penerjemahan Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga ke dalam bentuk
yang lebih nyata dan terukur. Namun dalam prakteknya masih terjadi keterputusan
antara indikator kinerja dengan tujuan dan sasaran strategis di
Kementerian/Lembaga Pemerintah. Sehingga diperlukan mekanisme atau kerangka
kerja yang tepat untuk mengintegrasikan rencana strategis dengan pengukuran
kinerja.
Referensi:
Instruksi
Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(AKIP).
Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme.
Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun
2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata
Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga. Jakarta.
Peraturan Presiden
Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar