Jumat, 10 Februari 2017

Integrasi Rencana Strategis dan Pengukuran Kinerja pada Kementerian/Lembaga Pemerintahan di Indonesia

Integrasi Rencana Strategis dan Pengukuran Kinerja  pada Kementerian/Lembaga Pemerintahan di Indonesia


Sebagai tindak lanjut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, maka Pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), yang mewajibkan setiap instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya dalam mengelola sumber daya yang dimiliki dan dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Instruksi Presiden tersebut kemudian diperbarui dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), yang kemudian diatur secara lebih detail dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
SAKIP adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah (Perpres 29 Tahun 2014, Pasal 1).  
SAKIP merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Penerapan SAKIP bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas akuntabilitas kinerja, dan penerapan manajemen berbasis kinerja, yang meliputi 1) rencana strategis; 2) perjanjian kinerja; 3) pengukuran kinerja; 4) pengelolaan data kinerja; dan 5) pelaporan kinerja. Pertanggungjawaban kinerja tersebut dilaporkan dalam bentuk dokumen Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP).
Rencana strategis menjadi landasan penyelenggaraan SAKIP dan diatur ketentuannya lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019.
Menurut Peraturan Menteri tersebut, Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga (Renstra K/L) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahunan. Renstra K/L memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, kegiatan pembangunan, kerangka regulasi, dan kerangka kelembagaan sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan bersifat indikatif.
Renstra K/L mempunyai posisi yang sangat strategis di dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yaitu sebagai penjabaran RPJMN. Restra K/L selanjutnya akan dijabarkan secara lebih rinci dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L), yang merupakan rencana kerja untuk periode satu tahun.
Selanjutnya dokumen Renja K/L yang telah tersusun, menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga sebagai organasasi/instansi pengguna anggaran dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). RKA-KL tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai input dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), sebelum nanti akhirnya ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dokumen RKA-KL kemudian akan digunakan sebagai input dalam penyusunan Laporan Kinerja Pembangunan K/L, Laporan Kinerja Anggaran K/L dan Laporan Kinerja Organisasi K/L.
 Keterkaitan antara Renstra K/L dengan proses perencanaan dan penganggaran dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dapat dilihat pada gambar berikut ini:



Gambar Hubungan Antar Dokumen Perencanaan

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga disebutkan bahwa penganggaran pada Instansi Pemerintah menggunakan model Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK). PBK merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk itu Kementerian Negara/Lembaga diharuskan menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. lndikator kinerja (performance indicators) dan sasaran (targets) merupakan bagian dari pengembangan sistem PBK. Penerapan PBK akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (outputs) dengan hasil (outcomes) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan.
Penerapan PBK tersebut akan tercermin dalam dokumen anggaran (DIPA/RKA-KL). Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Sedangkan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi program dan kegiatan suatu Kementerian Negara/Lembaga yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. Penyusunan anggaran dalam dokumen RKA-KL merupakan bagian dari penyusunan APBN.
Terdapat 3 (tiga) tahapan utama dalam penerapan PBK, yaitu: 1) persiapan; 2) pengalokasian anggaran; dan 3) pengukuran dan evaluasi kinerja. Pada tahap persiapan langkah yang paling penting adalah penyediaan dokumen sumber. Langkah ini diperlukan dalam penyusunan informasi kinerja beserta rincian alokasi anggaran kegiatan yang mengarah pada pencapaian kinerja yang diharapkan. Dokumen sumber yang digunakan meliputi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang menyajikan data capaian kinerja tahun sebelumnya. 
LAKIP mempunyai dua fungsi: pertama, untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada seluruh stakeholders. Kedua, sebagai sarana evaluasi atas pencapaian kinerja dalam upaya memperbaikinya di masa yang akan datang. Informasi ini berguna sebagai bahan pertimbangan untuk merencanakan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya, termasuk target kinerja dan capaiannya. Sehingga terdapat kaitan yang jelas antara proses perencanaan dan pengukuran kinerja.
Pada tahap pengalokasian anggaran, setelah ditetapkannya prioritas pada setiap tingkatan unit organisasi, langkah selanjutnya adalah penetapan target.  Langkah ini berkaitan erat dengan perumusan indikator kinerja, baik pada tingkat program maupun pada tingkat kegiatan.  Langkah selanjutnya adalah melihat dan memperhitungkan ketersediaan anggaran untuk selanjutnya dituangkan dalam rincian pendanaan dan detil biaya.
Tahap terakhir dari penerapan PBK adalah pengukuran dan evaluasi kinerja. Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian kinerja yang telah dilaksanakan.  Sedangkan evaluasi kinerja merupakan salah satu alat analisa untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hasilnya akan digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyusunan rencana dan anggaran pada tahun yang akan datang. Hal ini merupakan sebuah learning process
Pada tahap ini, indikator kinerja mempunyai peran yang sangat penting.  Indikator kinerja beserta targetnya merupakan penerjemahan Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian/Lembaga ke dalam bentuk yang lebih nyata dan terukur. Namun dalam prakteknya masih terjadi keterputusan antara indikator kinerja dengan tujuan dan sasaran strategis di Kementerian/Lembaga Pemerintah. Sehingga diperlukan mekanisme atau kerangka kerja yang tepat untuk mengintegrasikan rencana strategis dengan pengukuran kinerja.

Referensi:
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR/1998 dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara dan Lembaga. Jakarta.

Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar