Kamis, 09 Februari 2017

Pendekatan Cara Berfikir Sistem (Systems Thinking) dan Total System Intervension (TSI)

Pendekatan Cara Berfikir Sistem (Systems Thinking
dan Total System Intervension (TSI)


Organisasi adalah sebuah sistem sosial, bersifat multi-dimensional dan beraneka rupa (multifaceted). Teori sistem menganggap organisasi sebagai sistem terbuka yang memiliki batasan (boundary) dan melakukan interaksi dengan lingkungan, serta harus beradaptasi terhadap perubahan lingkungan untuk bertahan hidup. Sehingga sangat relevan jika kita mengkaji permasalahan di dalam organisasi dengan pendekatan cara berfikir sistem (systems thinking). 
Systems thinking berasal dari General Systems Theory yang dikembangkan oleh Ludwig von Bertalanffy pada tahun 1920-an. Systems thinking berbeda secara mendasar dengan bentuk analisis tradisional. Pendekatan ini tidak terfokus pada bagian-bagian terpisah yang sedang diteliti, tetapi terfokus pada hubungan umpan balik antara sesuatu yang sedang diteliti dan bagian lain dari sistem. Pendekatan ini tidak melakukan isolasi pada bagian yang lebih kecil dari sistem, tetapi memperluas cakupannya pada interaksi yang lebih besar. Dengan cara ini systems thinking menciptakan pemahaman yang lebih baik dari gambar besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa systems thinking lebih holistik dan tidak reduksionis. Perbedaan Non System Thinking dan System Thinking dari aspek sistem dan bahasa sistem dapat dibandingkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1 Perbedaan Non System Thinking dan System Thinking

Non System Thinking
System Thinking
Aspek Sistem
Reductionism (Martin dan Holwell, 2010)
Holism (Bawden, 1998)
Dogmatism (Martin dan Holwell, 2010)
Pluralism (Bawden, 1998)
Bahasa Sistem
Masalah
Situasi Masalah
Solusi (Pemecahan masalah)
Resolusi (Perbaikan keadaan)
Sumber: Jackson (2000) dalam Wilopo (2013)

Ide inti paling mendasar dari systems thinking adalah bahwa sistem mempunyai sifat yang menyeluruh dan sifat itu tidak akan muncul pada bagian sistem tersebut secara individu, hal ini disebut sebagai ‘emergent properties’. Konsep emergent properties ini berkaitan dengan sebuah pandangan terhadap realitas sebagai sebuah lapisan hirarki (Checkland dan Scholes, 1990:19).
Pada awalnya konsep sistem merujuk pada ‘natural systems’, yaitu sistem yang diciptakan oleh alam, dan ‘designed systems’, yaitu sistem yang diciptakan oleh manusia. Namun untuk menjelaskan kompleksitas situasi yang dihadapi oleh manusia, kemudian dikembangkan konsep Human Activity Sistem, yaitu seperangkat aktivitas yang disatukan dalam sebuah struktur logika untuk mencapai tujuan keseluruhan (kemampuan untuk mencapai tujuan menjadi sebuah emergent property secara keseluruhan).
Terdapat dua pendekatan dalam berpikir sistem yaitu hard dan soft system thinking. Secara sederhana, keduanya dibedakan atas dasar jenis masalah yang dihadapi. Hard system digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang terstruktur dengan jelas, sementara soft system digunakan untuk menyelesaikan situasi masalah yang kompleks, tidak  terstruktur dan tidak terdefinisi dengan baik. 
Hard systems thinking mengasumsikan bahwa dunia bagaikan mesin, terdiri dari berbagai sistem yag dapat dijadikan model dan “direkayasa”. Para pemikir hard system berasumsi realitas itu objektif, sehingga realitas tampak sama bagi siapa pun yang menjadi pengamat. Soft systems thinking tidak mengasumsikan bahwa dunia ini sistemik dan sangat teratur; sebaliknya, pendekatan ini mengasumsikan bahwa realitas adalah sesuatu yang “problematik”, dicirikan dengan berbagai pendekatan dan perspektif. Pemahaman terhadap realitas tergantung pada pengamat, interpretasinya, dan fokus yang dia pilih. Sehingga soft thinking lebih subjektif dan tidak objektif.
Secara formal, perbedaan antara Hard systems thinking dan Soft systems thinking dinyatakan dalam terminologi yang menekankan pada tradisi ontologis (sistem sebagai pencerminan entitas dunia nyata) dan tradisi epistomologis (sistem sebagai alat pembelajar untuk mengetahui entitas dunia nyata) (Reynolds dan Holwell, 2010).
 Maani and Cavana (2000) menjelaskan bahwa dua jenis pendekatan itu bersifat saling melengkapi dan memperkuat, karena masing-masing memiliki kelebihannya sendiri. Berikut ini perbedaan antara pendekatan hard system dan soft system:

Tabel  2
Perbedaan antara Pendekatan Hard System dan Soft System

HARD APPROACH
SOFT APPROACH
Definisi Model
Representasi dari real world
Sebuah cara untuk memperdebatkan dan memberikan wawasan tentang real world
Definisi Masalah
Jelas dan hanya satu dimensi (satu tujuan)
Ambigu dan multidimensi (banyak tujuan)
Pelaku dan Organisasi
Tidak dipertimbangkan
Merupakan bagian integral dari model
Data
Kuantitatif
Kualitatif
Tujuan
Solusi dan optimalisasi
Wawasan dan pembelajaran
Hasil
Produk dan rekomendasi
Perkembangan/kemajuan melalui pembelajaran kelompok
Sumber : diadaptasi dari Kambiz E. Maani and Robert Y. Cavana (2000:21)

Checkland dan Poulter (2006) menjelaskan perbedaan antara Hard Systems Thinking dan Soft Systems Thinking dari persepsi dan posisi pengamat (observer) sebagai berikut:

Tabel 3  Perbedaan Hard Systems Thinking dan Soft Systems Thinking

Hard Systems Thinking
Soft Systems Thinking
Systemicity
The world: systemic
The process of inquiry: systemic
The observer’s Perceived real world
Well structured could be broken down into systems and subsystems
Messy and ill structured
Observer position
“I spy systems which I can engineer”
“I spy complexity and confusion; but I can organize exploration of it as learning system”
Sumber: Checkland dan Poulter (2006)

Untuk memilih metodologi sistem yang tepat diantara dua pendekatan tersebut dapat menggunakan Total System Intervention (TSI). TSI yang dikembangkan oleh Flood dan Jackson pada tahun 1991merupakan sebuah meta-methodology, sebuah kerangka kerja bagi metodologi sistem, yang menyatukan berbagai metafora sistem dan berbagai pendekatan sistem untuk pemecahan masalah secara kreatif (Mehregen et al, 2011).
Flood dan Jakson menciptakan TSI karena ketika akan menggunakan metodologi sistem kita dihadapkan pada pendekatan sistem yang sangat banyak, sehingga sulit untuk memilih sebuah pendekatan yang relevan dengan konteks permasalahan yang dihadapi. Flood menjelaskan bahwa TSI pada intinya adalah sebuah proses yang memungkinkan kita untuk menggunakan berbagai metode yang berbeda, dengan terlebih dahulu berfikir secara kreatif tentang jenis permasalahan yang dihadapi organisasi, dan kemudian memilih metode yang paling tepat untuk memecahkan masalah tersebut secara efektif. Ada tiga tahap dalam proses TSI, yaitu kreativitas (creativity), pemilihan (choice) dan penerapan (implementation) (Mehregen et al, 2011).
Untuk memudahkan kita membuat keputusan yang tepat, Flood dan Jackson membuat sebuah pengelompokan dari situasi konteks masalah dalam sebuah matriks yang diperlihatkan pada tabel berikut ini:

Tabel 4
Matriks Pengelompokan Konteks Masalah


Unitary
Pluralist
Coercive
Simple
Simple- Unitary
Simple- Pluralist
Simple- Coercive
Complex
Complex- Unitary
Complex- Pluralist
Complex-Coercive
            (Sumber : Flood and Jackson (1991) dalam Mehregen et. al (2011))

Matriks tersebut terdiri dari dua dimensi; satu dimensi terkait dengan tingkat kompleksitas permasalahan sistem, dan dimensi yang lain terkait dengan hubungan dari pihak yang terlibat dalam konteks masalah tersebut. Jackson menjelaskan hubungan kedua dimensi sebagai berikut: sebuah hubungan kesatuan (unitary) terjadi jika sekelompok orang mempunyai nilai-nilai dan kepentingan yang seragam; sebuah hubungan pluralis terjadi jika nilai-nilai dan kepentingan berbeda tetapi mereka mempunyai kesamaan yang cukup besar untuk tetap menjadi anggota koalisi yang membentuk organisasi tersebut; dan hubungan konfliktual atau paksaan (coercive) terjadi jika kepentingan mereka berbeda dan tidak dapat disatukan, serta melahirkan kekuasaan yang menyebabkan salah satu kelompok dikorbankan (Mehregen et al, 2011).
Flood dan Jackson kemudian membuat sebuah rekomendasi metodologi sistem yang paling tepat terkait situasi kontekstual permasalahan yang relevan. Mereka menyebutnya sebagai sebuah ‘system of systems methodologies’, seperti terlihat pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5
Pengelompokan Metodologi Sistem Berdasarkan Asumsi Konteks Masalah


Unitary
Pluralist
Coercive
Simple
·   Operations research
·   Systems analysis
·   Systems engineering
·   System dynamics

·   Social systems design
·   Strategic assumption surfacing and testing

·   Critical systems heuristics
Complex
·   Viable system diagnosis
·   General systems theory 
·   Socio-technical systems 
·   Contingency theory

·   Interactive planning
·   Soft systems methodology

?

(Sumber : Flood and Jackson (1991) dalam Mehregen et. al (2011))

Untuk dapat menggunakan pendekatan TSI dengan lebih baik, terdapat subsistem untuk menerapkan setiap situasi permasalahan dalam aktivitas organisational, yang ditunjukkan pada Tabel 6 berikut ini:

Tabel 6
Subsistem dalam Total System Intervention

Systems methodology (examples)
Assumptions about Problem Contexts
Underlying metaphors
System dynamics
Simple-Unitary
Machine/Team
Viable systems diagnosis
Complex-Unitary
Organism/Brain/Team
Strategic Assumption Surfacing and Testing
Simple-Pluralistic
Machine/Coalition/Culture

Interactive planning
Complex-Pluralistic
Brain/Coalition/Culture
Soft systems methodology
Complex-Pluralistic
Organism/Coalition/Culture
Critical systems heuristics
Simple-Coercive
Machine/Organism/Prison
(Sumber : Flood and Jackson (1991) dalam Mehregen et. al (2011))

Perencanaan strategis dan pengukuran kinerja pada organisasi publik berada pada konteks kompleks-pluralis, karena jumlah pihak yang terlibat sangat banyak dengan berbagai cara pandang yang berbeda, serta permasalahan yang dihadapi sangat kompleks dan sulit untuk didefinisikan. Sehingga metodologi sistem yang tepat dalam penyusunan rencana strategis dan pengukuran kinerja adalah Soft System Methodology.

Referensi:
Checkland, Peter, and Jim Scholes. 1990. Soft Systems Methodology in Action. Chichester: John Wiley and Sons Limited.

Checkland, Peter. and Poulter, John. 2006. Learning for Action: A Short Definitive Account of Soft Systems Methodology and its use for Practitioners. Chichester: John Wiley and Sons Limited.

Maani, K. E. & Cavana, R. Y., 2000. Systems Thinking and Modelling. New Zealand: Pearson Education.

Mehregan, Mohammad Reza, Mohammad Safari Kahreh, dan Homayoun Yousefi. 2011. “Strategic Planning by use of Total Systems Intervention Towards the Strategic Alignment”. International Journal of Trade, Economics and Finance, Vol. 2, No. 2, April 2011.

Reynolds, Martin dan Sue Holwell. 2010. Systems Approaches to Managing Change: A Practical Guide. Editors. London: Springer.

Wilopo. 2013. Pembaruan Kelembagaan dan Tata Kelola Dalam Rangka Perbaikan ICT USO (Riset Tindakan Berbasis Multimetodologi Berbasis Soft Systems Methodology diperkaya dengan Social Network Analysis). Disertasi. Program Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar