Rencana
Strategis dan Manajemen Strategis
pada Organisasi Sektor Publik
Definisi,
model dan penjelasan terhadap konsep rencana strategis sangat beragam dan telah
dikaji secara mendalam di banyak literatur. Konsep ini tumbuh dan berkembang di
dunia bisnis kemudian diadopsi pada organisasi sektor publik seiring dengan
berkembangnya gerakan New Publik
Management (NPM). NPM merupakan hasil evaluasi terhadap kinerja birokrasi
publik klasik yang memiliki kinerja lemah, lamban, kaku, boros, orientasi
prosedural, tidak peka terhadap kepentingan publik, melayani diri sendiri dan
lainnya, lalu ditransformasikan melalui semangat dan teknik-teknik manajemen
dan pengorganisasian di sektor bisnis sehingga diharapkan mampu meningkatkan
kinerjanya (Hermawan, 2013).
Bryson
(1995) mendefinisikan rencana strategis sebagai suatu alat yang digunakan untuk
menghasilkan keputusan fundamental serta tindakan yang membentuk, memandu,
mengarahkan organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi itu ada. Rencana
strategis memadukan pemikiran masa depan, analisis objektif, dan evaluasi
subjektif terhadap tujuan dan prioritas untuk menggambarkan rencana tindakan di
masa depan yang akan memastikan vitalitas dan efektifitas organisasi dalam
jangka panjang (Poister dan Streib, 1999).
Perencanaan
strategis (strategic planning)
merupakan proses untuk menghasilkan rencana strategis (strategic plan). Perencanaan strategis menggunakan pendekatan “gambar
besar” (“big picture”), yang
menggabungkan pemikiran futuristik, analisis objektif, dan evaluasi subjektif
terhadap nilai, tujuan dan prioritas dalam merencanakan arah dan jalur tindakan
masa depan untuk memastikan vitalitas, efektifitas dan kemampuan sebuah
organisasi publik untuk memberikan nilai tambah. Perencanaan strategis juga
berfungsi untuk melibatkan para manajer
dalam berfikir secara sistematis tentang masa depan organisasi dan lingkungan
di mana mereka beroperasi; untuk meningkatkan pembelajaran dan berdiskusi
tentang apa yang penting, apa yang harus diprioritaskan, dan apa yang harus
dikerjakan atau tidak dikerjakan; untuk membangun konsensus dan komitmen
terhadap inisiatif strategis; dan untuk mengkomunikasikan arah, keseluruhan
strategi, prioritas dan rencana kepada konstituen lebih luas di dalam dan di
luar organisasi (Poister, 2010).
Manajemen
strategis memiliki semua ciri rencana strategis, tetapi juga mencakup proses
mengelola sebuah organisasi dalam sebuah cara strategis yang berkelanjutan. Manajemen
strategis mengintegrasikan semua proses manajemen lainnya untuk menyediakan
pendekatan yang sistematis, koheren dan efektif untuk membangun, mencapai,
memantau, dan memperbarui tujuan strategis sebuah organisasi (Poister dan Streib,
1999).
Manajemen
strategis memastikan bahwa strategi telah diimplementasikan secara efektif dan
mendorong pembelajaran, pemikiran dan tindakan strategis secara berkelanjutan. Manajemen
strategis yang efektif harus memperhatikan kecenderungan (trend), kekuatan eksternal dan juga kinerja internal secara
berkelanjutan, memperbaharui data kinerja, dan merevisi strategi saat
diperlukan (Poister, 2010).
Manajemen
strategis di sektor publik dan sektor swasta mempunyai banyak perbedaan.
Pertama, organisasi publik lebih birokratis sehingga menghasilkan proses
keputusan yang lebih formal dan kurang fleksibel dibandingkan dengan organisasi
swasta. Kedua, organisasi sektor swasta lebih terfokus pada memaksimalkan
profit dalam lingkungan kompetitif, sedangkan organisasi publik lebih terfokus
pada mengikuti aturan dan prosedur dalam melayani kepentingan stakeholder yang beragam dan sering kali
bertentangan. Ketiga, organisasi publik mempunyai tujuan yang tidak jelas (vague) dan sering kali bertentangan,
yang ditetapkan melalui proses politik (Maksoed et al, 2012:529).
Ring
dan Perry (1985) memberikan konteks pada manajemen strategis sektor publik
sebagai berikut: 1) Policy Ambiguity. Struktur organisasi sektor publik yang kompleks menyebabkan
ketidakjelasan arah strategi; 2) The Openness of Government. Media
memiliki peranan besar dalam mengekspose pengambilan keputusan dan penerapannya
dalam pemerintahan; 3) Attentive Publics. Pemerintahan dipengaruhi oleh
banyak kelompok kepentingan yang mempunyai agenda-agenda tertentu; 4) The
Time Problem. Masa jabatan dan peraturan yang memberikan batasan
waktu menjadi perhatian dalam manajemen strategis; serta 5) Shaky Coalitions.
Aliansi politis saat perencanaan dan pelaksanaan belum tentu sama komposisinya
Untuk
mengantisipasi berbagai kendala terkait konteks di atas, Ring dan Perry (1985)
mengusulkan beberapa solusi sebagai berikut: 1) Maintaining Flexibility.
Proses implementasi manajemen strategi diharapkan mampu beradaptasi terhadap
perubahan internal dan eksternal; 2) Bridging Competing Worlds. Sektor
publik yang bersifat terbuka memiliki keterikatan dengan berbagai pihak atau
kelompok kepentingan. Pemerintah harus memperlakukan semua pihak dengan adil;
3) Wielding Influence, Not Authority. Kemampuan politik diperlukan dalam
manajemen strategis guna membangun hubungan dan memunculkan nilai positif dalam
konfrontasi pihak-pihak tertentu; 4) Minimizing Discontinuity.
Ketidakstabilan koalisi politis harus dicegah dengan pengelolaan sumberdaya
yang terkait pembentukan koalisi tersebut.
Hunger
dan Wheelen (2003:4) membagi proses manajemen strategis menjadi empat tahapan
utama, yaitu: 1) pengamatan lingkungan (environmental
scanning); 2) perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan
jangka panjang); 3) implementasi strategi; dan 4) evaluasi serta pengendalian.
Pengamatan/pemindaian
lingkungan adalah kegiatan pemantauan (monitoring),
pengevaluasian serta penyebaran informasi yang berasal dari lingkungan internal
maupun eksternal perusahaan kepada personel kunci (key people) di dalam organisasi. Kegiatan ini terdiri atas
pemindaian terhadap lingkungan eksternal yang terdiri dari societal environment dan taks
environment, serta lingkungan internal organisasi.
Formulasi
strategi merupakan tahap dimana organisasi merumuskan misi, tujuan, strategi
dan kebijakan berdasarkan hasil pemindaian lingkungan eksternal dan internal.
Pada tahap implementasi disusun program, anggaran dan prosedur untuk
merealisasikan rencana strategi yang telah disusun pada tahap formulasi.
Kemudian organisasi akan membandingkan kinerja aktual yang dicapai dengan
standar kinerja sebagai bentuk evaluasi, yang hasilnya akan dijadikan dasar
untuk melakukan pengendalian. Tahapan manajemen strategis tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar
Tahapan Manajemen Strategi
(Sumber:
Hunger & Wheelen, 2003)
Implementasi
strategi merupakan tahapan yang sangat penting, namun sayangnya kajian
literatur manajemen strategis lebih banyak membahas perencanaan dan formulasi
strategi, dan masih sedikit yang mengkaji masalah implementasi strategi, atau
sering juga disebut sebagai eksekusi strategi (strategy execution).
Formulasi
strategi dan implementasi strategi memiliki kaitan yang sangat erat bagi
keberhasilan organisasi. Implementasi strategi hanya akan berhasil meningkatkan
kinerja organisasi jika strategi diformulasikan dengan baik. Sedangkan strategi
yang tidak diformulasikan dengan baik akan sulit untuk diimplementasikan.
Li,
Guoui dan Eppler (2008) dalam Solihin (2012:202) memberikan pengertian
implementasi dalam tiga perspektif, yaitu: 1) Process perspective: implementasi strategi merupakan serangkaian
langkah berurutan yang sudah direncanakan dengan sangat cermat; 2) Behavior perspective: implementasi
strategi sebagai suatu rangkaian tindakan dan menilai tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan eksekusi strategi dari sudut pandang
ilmu perilaku; dan 3) Hybrid perspective:
implementasi strategi sebagai suatu kombinasi antara proses implementasi
strategi dan perilaku pihak-pihak yang mengeksekusi strategi.
Keberhasilan
dalam implementasi strategi merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi
swasta maupun organisasi publik. Tanpa implementasi, strategi yang paling bagus
sekalipun tidak akan bermanfaat. Implementasi strategi pada awalnya dianggap
sebagai hal yang sederhana, yaitu strategi diformulasikan kemudian
diimplementasikan. Implementasi dianggap hanya sekedar mengalokasikan sumber
daya dan merubah struktur organisasi. Namun merubah strategi menjadi aksi
merupakan tugas yang kompleks dan sulit (Aaltonen dan Ikävalko, 2002:415).
Dari penelitian Ranjbar et al (2014),
disimpulkan bahwa para manajer yang terlibat dalam sebuah implementasi strategi
atau yang berniat akan memasuki tahap ini disarankan: 1) memastikan ketepatan
strategi yang telah dihimpun; 2) mencapai konsesus dari mayoritas anggota
organisasi mengenai strategi yang dipilih; 3) membuat kesepakatan yang
diperlukan antara strategi, struktur organisasi dan budaya organisasi; 4) merinci
strategi menjadi rencana dan proyek yang tepat; 5) memimpin perubahan strategis
di organisasi tersebut; 6) mengamankan sumber daya yang diperlukan untuk
implementasi strategi; 7) mendukung implementasi strategi dengan kuat dan
menyediakan kapabilitas manajerial; 8) mendorong komitmen terhadap implementasi
strategi diantara anggota organisasi; 9) mengelola anggota organisasi secara
efisien pada tahap implementasi strategi; dan 10) merancang mekanisme yang
tepat untuk mengkontrol dan memonitor implementasi strategi.
Robert
Kaplan dan David Norton (2001) memandang kemampuan untuk mengeksekusi strategi
merupakan tantangan yang lebih besar dari menentukan visi dan strategi. Kaplan
dan Norton menunjukkan pentingnya sistem manajemen kinerja yang memadai sebagai
faktor sukses kunci dalam mengimplementasikan strategi: ‘Strategies are changing, but the tools for measuring strategies have
not kept pace’ (Kaplan dan Norton, 2001: 2).
Integrasi
strategi dengan pengukuran kinerja dapat memfasilitasi dan mendukung
implementasi strategi. Hudson et al (2001) dalam Verweire dan Van Den Berghe
(2004:4) menemukan bahwa kesesuaian antara pengukuran dan tujuan akan membantu
organisasi untuk mengkaitkan kegiatan operasional mereka dengan tujuan
strategis.
Integrasi
strategi dengan pengukuran kinerja memberikan banyak keuntungan, diantara: 1)
memberitahu organisasi tentang arah strategis; 2) mengkomunikasikan prioritas
strategis; 3) menciptakan sebuah pemahaman bersama; 4) memonitor dan melacak
implementasi strategi; 5) menyelaraskan tindakan jangka pendek dengan strategi
jangka panjang; 6) mendorong perilaku konsisten dengan strategi; 7) membuat
tujuan (goals) dan sarana (means) menjadi terlihat (visible); 8) memperjelas kaitan antara
kinerja individu dan sub unit, dan kinerja sub unit dengan keseluruhan
organisasi; 9) meningkatkan integrasi di antara berbagai proses organisasi; 10)
membatasi penekanan yang berlebihan (overemphasis)
pada tujuan lokal, sehingga mengurangi sub-optimisasi (sub-optimisation); 11) fokus pada usaha perubahan; dan 11)
menumbuhkan pembelajaran organisasi (Verweire dan Van Den Berghe, 2004:4).
Referensi:
Bryson, John
M., 1995. Strategic Planning for Public
and Nonprofit Organization: A Guide to Strengthening and Sustaining
Organization Achievement. San Francisco: Jossey-Bass.
Hermawan, Dedy. 2013. “New Public
Management dan Politik Birokrasi dalam Reformasi Birokrasi Indonesia”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan
Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013.
Hunger, J. David dan Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Diterjemahkan oleh Julianto Agung S. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Kaplan, Robert
S. dan David P. Norton, 2001. The
Execution Premium: Linking Strategy to Operations for Competitive Advantage.
Boston: Harvard Business School Publishing Corporation.
Maksoud, Ahmed
Abdel, Said Elbanna, Habib Mahama dan Raili Pollanen. 2015. "The use of
performance information in strategic decision making in public
organizations", International
Journal of Public Sector Management, Vol. 28.
Poister, T.
H., & Streib, G. D., 1999. “Strategic Management In the Public Sector
Concept, Models and Process”. In Public
Productivty & Management Review. Vol 22, 308-325.
Poister,
Theodore H. 2010. “The Future of Strategic Planning in the Public Sector:
Linking Strategic Management and Performance”. Public Administration Review, Dec 2010; 70, S1; pg. S246 –S254.
International Bibliography of the Social Sciences (IBSS).
Ranjbar,
Mostafa Safdari. Mohsen Akbarpour Shirazi dan Mojtaba Lashkar Blooki. 2014.
“Interaction among Intraorganizational Factors Effective in Successful Strategy
Execution: An Analytical View”. Journal
of Strategy and Management. Vol. 7 No. 2, pp. 127-154
Ring, Peter
Smith dan Perry, James L. 1985. “Strategic Management in Public and Private
Organizations: Implication of Distinctive Contexts and Constraints”. The Academy of Management Review, Vol.
10, No. 2, pp. 276-286.
Solihin,
Islami. 2012. Manajemen Strategik.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Verweire, Kurt
dan Lutgart Van Den Berghe. 2004. Integrated
Performance Management: A Guide to Strategy Implementation. Editor.India: Sage Publication.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar