Senin, 06 Februari 2017

Rencana Strategis dan Manajemen Strategis pada Organisasi Sektor Publik

Rencana Strategis dan Manajemen Strategis 
pada Organisasi Sektor Publik

Definisi, model dan penjelasan terhadap konsep rencana strategis sangat beragam dan telah dikaji secara mendalam di banyak literatur. Konsep ini tumbuh dan berkembang di dunia bisnis kemudian diadopsi pada organisasi sektor publik seiring dengan berkembangnya gerakan New Publik Management (NPM). NPM merupakan hasil evaluasi terhadap kinerja birokrasi publik klasik yang memiliki kinerja lemah, lamban, kaku, boros, orientasi prosedural, tidak peka terhadap kepentingan publik, melayani diri sendiri dan lainnya, lalu ditransformasikan melalui semangat dan teknik-teknik manajemen dan pengorganisasian di sektor bisnis sehingga diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya (Hermawan, 2013).  
Bryson (1995) mendefinisikan rencana strategis sebagai suatu alat yang digunakan untuk menghasilkan keputusan fundamental serta tindakan yang membentuk, memandu, mengarahkan organisasi itu, apa yang dilakukan dan mengapa organisasi itu ada. Rencana strategis memadukan pemikiran masa depan, analisis objektif, dan evaluasi subjektif terhadap tujuan dan prioritas untuk menggambarkan rencana tindakan di masa depan yang akan memastikan vitalitas dan efektifitas organisasi dalam jangka panjang (Poister dan Streib, 1999).
Perencanaan strategis (strategic planning) merupakan proses untuk menghasilkan rencana strategis (strategic plan). Perencanaan strategis menggunakan pendekatan “gambar besar” (“big picture”), yang menggabungkan pemikiran futuristik, analisis objektif, dan evaluasi subjektif terhadap nilai, tujuan dan prioritas dalam merencanakan arah dan jalur tindakan masa depan untuk memastikan vitalitas, efektifitas dan kemampuan sebuah organisasi publik untuk memberikan nilai tambah. Perencanaan strategis juga berfungsi untuk  melibatkan para manajer dalam berfikir secara sistematis tentang masa depan organisasi dan lingkungan di mana mereka beroperasi; untuk meningkatkan pembelajaran dan berdiskusi tentang apa yang penting, apa yang harus diprioritaskan, dan apa yang harus dikerjakan atau tidak dikerjakan; untuk membangun konsensus dan komitmen terhadap inisiatif strategis; dan untuk mengkomunikasikan arah, keseluruhan strategi, prioritas dan rencana kepada konstituen lebih luas di dalam dan di luar organisasi (Poister, 2010).
Manajemen strategis memiliki semua ciri rencana strategis, tetapi juga mencakup proses mengelola sebuah organisasi dalam sebuah cara strategis yang berkelanjutan. Manajemen strategis mengintegrasikan semua proses manajemen lainnya untuk menyediakan pendekatan yang sistematis, koheren dan efektif untuk membangun, mencapai, memantau, dan memperbarui tujuan strategis sebuah organisasi (Poister dan Streib, 1999).
Manajemen strategis memastikan bahwa strategi telah diimplementasikan secara efektif dan mendorong pembelajaran, pemikiran dan tindakan strategis secara berkelanjutan. Manajemen strategis yang efektif harus memperhatikan kecenderungan (trend), kekuatan eksternal dan juga kinerja internal secara berkelanjutan, memperbaharui data kinerja, dan merevisi strategi saat diperlukan (Poister, 2010).
Manajemen strategis di sektor publik dan sektor swasta mempunyai banyak perbedaan. Pertama, organisasi publik lebih birokratis sehingga menghasilkan proses keputusan yang lebih formal dan kurang fleksibel dibandingkan dengan organisasi swasta. Kedua, organisasi sektor swasta lebih terfokus pada memaksimalkan profit dalam lingkungan kompetitif, sedangkan organisasi publik lebih terfokus pada mengikuti aturan dan prosedur dalam melayani kepentingan stakeholder yang beragam dan sering kali bertentangan. Ketiga, organisasi publik mempunyai tujuan yang tidak jelas (vague) dan sering kali bertentangan, yang ditetapkan melalui proses politik (Maksoed et al, 2012:529).
Ring dan Perry (1985) memberikan konteks pada manajemen strategis sektor publik sebagai berikut: 1) Policy Ambiguity. Struktur organisasi sektor publik yang kompleks menyebabkan ketidakjelasan arah strategi; 2) The Openness of Government. Media memiliki peranan besar dalam mengekspose pengambilan keputusan dan penerapannya dalam pemerintahan; 3) Attentive Publics. Pemerintahan dipengaruhi oleh banyak kelompok kepentingan yang mempunyai agenda-agenda tertentu; 4) The Time Problem. Masa jabatan dan peraturan  yang memberikan batasan waktu menjadi perhatian dalam manajemen strategis; serta 5) Shaky Coalitions. Aliansi politis saat perencanaan dan pelaksanaan belum tentu sama komposisinya
Untuk mengantisipasi berbagai kendala terkait konteks di atas, Ring dan Perry (1985) mengusulkan beberapa solusi sebagai berikut: 1) Maintaining Flexibility. Proses implementasi manajemen strategi diharapkan mampu beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal; 2) Bridging Competing Worlds. Sektor publik yang bersifat terbuka memiliki keterikatan dengan berbagai pihak atau kelompok kepentingan. Pemerintah harus memperlakukan semua pihak dengan adil; 3) Wielding Influence, Not Authority. Kemampuan politik diperlukan dalam manajemen strategis guna membangun hubungan dan memunculkan nilai positif dalam konfrontasi pihak-pihak tertentu; 4) Minimizing Discontinuity. Ketidakstabilan koalisi politis harus dicegah dengan pengelolaan sumberdaya yang terkait pembentukan koalisi tersebut.
Hunger dan Wheelen (2003:4) membagi proses manajemen strategis menjadi empat tahapan utama, yaitu: 1) pengamatan lingkungan (environmental scanning); 2) perumusan strategi (perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang); 3) implementasi strategi; dan 4) evaluasi serta pengendalian.
Pengamatan/pemindaian lingkungan adalah kegiatan pemantauan (monitoring), pengevaluasian serta penyebaran informasi yang berasal dari lingkungan internal maupun eksternal perusahaan kepada personel kunci (key people) di dalam organisasi. Kegiatan ini terdiri atas pemindaian terhadap lingkungan eksternal yang terdiri dari societal environment dan taks environment, serta lingkungan internal organisasi.
Formulasi strategi merupakan tahap dimana organisasi merumuskan misi, tujuan, strategi dan kebijakan berdasarkan hasil pemindaian lingkungan eksternal dan internal. Pada tahap implementasi disusun program, anggaran dan prosedur untuk merealisasikan rencana strategi yang telah disusun pada tahap formulasi. Kemudian organisasi akan membandingkan kinerja aktual yang dicapai dengan standar kinerja sebagai bentuk evaluasi, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk melakukan pengendalian. Tahapan manajemen strategis tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

 Gambar Tahapan Manajemen Strategi
(Sumber: Hunger & Wheelen, 2003)

Implementasi strategi merupakan tahapan yang sangat penting, namun sayangnya kajian literatur manajemen strategis lebih banyak membahas perencanaan dan formulasi strategi, dan masih sedikit yang mengkaji masalah implementasi strategi, atau sering juga disebut sebagai eksekusi strategi (strategy execution).
Formulasi strategi dan implementasi strategi memiliki kaitan yang sangat erat bagi keberhasilan organisasi. Implementasi strategi hanya akan berhasil meningkatkan kinerja organisasi jika strategi diformulasikan dengan baik. Sedangkan strategi yang tidak diformulasikan dengan baik akan sulit untuk diimplementasikan.
Li, Guoui dan Eppler (2008) dalam Solihin (2012:202) memberikan pengertian implementasi dalam tiga perspektif, yaitu: 1) Process perspective: implementasi strategi merupakan serangkaian langkah berurutan yang sudah direncanakan dengan sangat cermat; 2) Behavior perspective: implementasi strategi sebagai suatu rangkaian tindakan dan menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan eksekusi strategi dari sudut pandang ilmu perilaku; dan 3) Hybrid perspective: implementasi strategi sebagai suatu kombinasi antara proses implementasi strategi dan perilaku pihak-pihak yang mengeksekusi strategi.
Keberhasilan dalam implementasi strategi merupakan hal yang sangat penting bagi organisasi swasta maupun organisasi publik. Tanpa implementasi, strategi yang paling bagus sekalipun tidak akan bermanfaat. Implementasi strategi pada awalnya dianggap sebagai hal yang sederhana, yaitu strategi diformulasikan kemudian diimplementasikan. Implementasi dianggap hanya sekedar mengalokasikan sumber daya dan merubah struktur organisasi. Namun merubah strategi menjadi aksi merupakan tugas yang kompleks dan sulit (Aaltonen dan Ikävalko, 2002:415).
Dari penelitian Ranjbar et al (2014), disimpulkan bahwa para manajer yang terlibat dalam sebuah implementasi strategi atau yang berniat akan memasuki tahap ini disarankan: 1) memastikan ketepatan strategi yang telah dihimpun; 2) mencapai konsesus dari mayoritas anggota organisasi mengenai strategi yang dipilih; 3) membuat kesepakatan yang diperlukan antara strategi, struktur organisasi dan budaya organisasi; 4) merinci strategi menjadi rencana dan proyek yang tepat; 5) memimpin perubahan strategis di organisasi tersebut; 6) mengamankan sumber daya yang diperlukan untuk implementasi strategi; 7) mendukung implementasi strategi dengan kuat dan menyediakan kapabilitas manajerial; 8) mendorong komitmen terhadap implementasi strategi diantara anggota organisasi; 9) mengelola anggota organisasi secara efisien pada tahap implementasi strategi; dan 10) merancang mekanisme yang tepat untuk mengkontrol dan memonitor implementasi strategi.
Robert Kaplan dan David Norton (2001) memandang kemampuan untuk mengeksekusi strategi merupakan tantangan yang lebih besar dari menentukan visi dan strategi. Kaplan dan Norton menunjukkan pentingnya sistem manajemen kinerja yang memadai sebagai faktor sukses kunci dalam mengimplementasikan strategi: ‘Strategies are changing, but the tools for measuring strategies have not kept pace’ (Kaplan dan Norton, 2001: 2).
Integrasi strategi dengan pengukuran kinerja dapat memfasilitasi dan mendukung implementasi strategi. Hudson et al (2001) dalam Verweire dan Van Den Berghe (2004:4) menemukan bahwa kesesuaian antara pengukuran dan tujuan akan membantu organisasi untuk mengkaitkan kegiatan operasional mereka dengan tujuan strategis.
Integrasi strategi dengan pengukuran kinerja memberikan banyak keuntungan, diantara: 1) memberitahu organisasi tentang arah strategis; 2) mengkomunikasikan prioritas strategis; 3) menciptakan sebuah pemahaman bersama; 4) memonitor dan melacak implementasi strategi; 5) menyelaraskan tindakan jangka pendek dengan strategi jangka panjang; 6) mendorong perilaku konsisten dengan strategi; 7) membuat tujuan (goals) dan sarana (means) menjadi terlihat (visible); 8) memperjelas kaitan antara kinerja individu dan sub unit, dan kinerja sub unit dengan keseluruhan organisasi; 9) meningkatkan integrasi di antara berbagai proses organisasi; 10) membatasi penekanan yang berlebihan (overemphasis) pada tujuan lokal, sehingga mengurangi sub-optimisasi (sub-optimisation); 11) fokus pada usaha perubahan; dan 11) menumbuhkan pembelajaran organisasi (Verweire dan Van Den Berghe, 2004:4).


Referensi:

Bryson, John M., 1995. Strategic Planning for Public and Nonprofit Organization: A Guide to Strengthening and Sustaining Organization Achievement. San Francisco: Jossey-Bass.

Hermawan, Dedy. 2013. “New Public Management dan Politik Birokrasi dalam Reformasi Birokrasi Indonesia”. Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013.

Hunger, J. David dan Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategis. Diterjemahkan oleh Julianto Agung S. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton, 2001. The Execution Premium: Linking Strategy to Operations for Competitive Advantage. Boston: Harvard Business School Publishing Corporation.

Maksoud, Ahmed Abdel, Said Elbanna, Habib Mahama dan Raili Pollanen. 2015. "The use of performance information in strategic decision making in public organizations", International Journal of Public Sector Management, Vol. 28.

Poister, T. H., & Streib, G. D., 1999. “Strategic Management In the Public Sector Concept, Models and Process”. In Public Productivty & Management Review. Vol 22, 308-325.

Poister, Theodore H. 2010. “The Future of Strategic Planning in the Public Sector: Linking Strategic Management and Performance”. Public Administration Review, Dec 2010; 70, S1; pg. S246 –S254. International Bibliography of the Social Sciences (IBSS).

Ranjbar, Mostafa Safdari. Mohsen Akbarpour Shirazi dan Mojtaba Lashkar Blooki. 2014. “Interaction among Intraorganizational Factors Effective in Successful Strategy Execution: An Analytical View”. Journal of Strategy and Management. Vol. 7 No. 2, pp. 127-154

Ring, Peter Smith dan Perry, James L. 1985. “Strategic Management in Public and Private Organizations: Implication of Distinctive Contexts and Constraints”. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 2, pp. 276-286.

Solihin, Islami. 2012. Manajemen Strategik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Verweire, Kurt dan Lutgart Van Den Berghe. 2004. Integrated Performance Management: A Guide to Strategy Implementation. Editor.India: Sage Publication.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar