Jumat, 03 Februari 2017

KAPITALISME, SOSIALISME DAN TEORI KETERGANTUNGAN

KAPITALISME, SOSIALISME DAN
TEORI KETERGANTUNGAN


A.      PENDAHULUAN

Pembangunan menurut Bryant dan White (1982) dalam Suryono (2010) adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya dengan memiliki lima implikasi utama, yaitu : (1) pembangunan berarti membangkitkan kemampuan manusia secara optimal, baik individu maupun kelompok (capacity). (2) pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan, kemerataan nilai dan kesejahteraan (equity). (3) pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment). (4) pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability). (5) pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara satu kepada negara lain, menciptakan hubungan yang saling menguntungkan dan menghormati (interdependence).
Semua negara di seluruh dunia berhasrat untuk melakukan pembangunan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dipercaya sebagai cara terbaik untuk meningkatkan standar hidup, kesehatan dan pendidikan. Ada dua cara untuk mencapai pembangunan ekonomi yang pesat. Pertama, cara Kapitalisme dengan pasar bebasnya yang merupakan alat utama untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kedua, cara Sosialisme yang kemudian berkembang menjadi Komunisme, dimana Negara menguasai alat-alat produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Perdebatan tentang “jalan yang tepat“ menuju tujuan pembangunan tersebut, yaitu antara paham kapitalisme neo-klasik menurut Adam Smith dengan paham sosialisme dalam tradisi Marx mewarnai perkembangan teori pembangunan. Namun selain kedua teori utama tersebut, muncul pula teori pembangunan dari dunia ketiga, salah satunya adalah Teori Ketergantungan, yang menggunakan analisa Marxis untuk mengkritisi kegagalan pembangunan akibat eksploitasi kapitalisme global.
Pada makalah ini, penulis mencoba untuk menggali lebih jauh ketiga teori tersebut, yaitu Kapitalisme, Sosialisme dan Teori Ketergantungan. Makalah ini akan mendeskripsikan secara singkat sejarah ketiga teori, tokoh-tokoh utama dan juga kelebihan serta kekurangannya. Diharapkan dengan pembahasan tersebut dapat meningkatkan pemahaman kita tentang Teori Pembangunan, dan mengevaluasi Teori Pembangunan yang tepat bagi Indonesia sesuai dinamika global saat ini.

B.      PEMBAHASAN
1.       Kapitalisme
Dalam perkembangan sejarahnya, kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, kapitalisme sangat mewarnai perdebatan tentang teori maupun praktek pembangunan.
Tidak ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia. Kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah  merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya, bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara kapitalis.
Menurut Mansour Faqih (2008), sebelum munculnya kapitalisme dengan bungkusnya yang baru yakni neo-liberalisme, Presiden  Amerika Harry S. Truman memperkenalkan istilah pembangunan atau developmentalisme ketika ia menerapkan kebijakan politik luar negerinya tahun 1949. Developmentalisme dijadikan sebagai alat untuk membendung laju sosialisme, di samping itu developmentalisme juga merupakan siasat baru untuk mengganti format kolonial yang baru runtuh dan lahir sebagai kepanjangan tangan dari kapitalisme itu sendiri. Lalu ahli ilmu sosial Amerika menyarankan untuk melakukan penaklukan ideologi dan teoretis  terhadap negara-negara Dunia Ketiga. Sejak saat itulah para ilmuan sosial sangat produktif sehingga berhasil menciptakan teori developmentalisme dan modernisasi. Seperti Rostow tentang teori pertumbuhannya atau growth theory.
Konsep pembangunan dan modernisasi ini kemudian disebarluaskan dan dianut oleh Dunia ketiga. Konsep ini merupakan refleksi dari paradigma Barat tentang perubahan sosial. Jadi sudah jelas, baik istilah pembangunan ataupun neoliberalisme sama-sama merupakan sebuah proyek tipu muslihat yang diciptakan barat untuk melanggengkan hegemoninya. Perbedaannya terletak pada modusnya yang lebih mengutamakan perdagangan bebas untuk mempercepat gerak ekspansinya dan pada perangkatnya dimana neoliberalisme melalui tangan-tangan korporasi (Multinational Corporation) dan lembaga keuangan internasional seperti IMF, GATT kemudian berganti WTO dan Bank Dunia.
Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Kapitalisme muncul karena kelebihan barang produksi dari produsen yang tidak terjual. Produk yang berlebihan itu dibeli dan dijual oleh para pedagang dengan mengambil keuntungan. Keuntungan itu ditabung, atau menjadi devisa yang dapat dijadikan modal untuk membeli barang lagi atau untuk memproduksi barang baru. Kaum kapitalis itu menjadi sangat berkuasa dan kuat karena memiliki banyak uang yang sangat berguna untuk membiayai berbagai keperluan penyelenggaraan negara. Pada abad XVII di Eropa muncul Kapitalisme Komersial karena yang memiliki kapital adalah pada pedagang.
Dari Kapitalisme Komersial berkembang menjadi Kapitalisme Industri. Para pemilik modal tidak hanya membeli barang dari para produsen, tetapi mendirikan pabrik sendiri dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Para kapitalis ini juga menguasai pertanian dan pertambangan. Mereka menanam sendiri bahan mentah yang diperlukan oleh pabrik, dan menggali sendiri tambang untuk mendapatkan bahan baku yang diperlukan. Kapitalisme industri ini menguasai semua sektor, dari penyediaan bahan baku, membuat barang jadi sampai pemasarannya.
Kapitalisme masih berkembang terus, mereka juga menguasai permodalan. Mereka membuka bank yang meminjamkan uang dengan bunga kepada orang yang membutuhkan. Bank-bank besar bermunculan karena minat masyarakat untuk meminjam uang dengan bunga tinggi sangat besar. Orang yang penghasilannya kecil dapat membeli rumah atau sepeda motor dengan meminjam uang dari bank. Masyarakat merasa beruntung dengan kehadiran bank, meskipun mereka harus membayar bunga yang cukup tinggi.  
Pada zaman sekarang telah muncul kapitalisme negara karena yang memiliki kapital adalah negara. Negara mendirikan perusahaan milik negara, para pekerjanya sebagai buruh di perusahaan negara itu. Keuntungan dari perusahaan negara menjadi milik negara dan dapat menunjang pembiayaan negara. Apabila perusahaan negara itu rugi maka negara yang menanggung kerugian itu. Banyak perusahaan negara di beberapa negara tidak untung dan merugi terus karena para pekerjanya korupsi atau tidak serius mengelola perusahaan itu. Perusahaan negara yang tidak efektif menjadi beban negara. Namun ada alasan untuk mempertahankan perusahaan yang merugi itu, yaitu untuk menguasai sumber daya alam yang tidak boleh dikuasai oleh swasta.
Ada bentuk kapitalisme rakyat, yaitu rakyat sebagai pemilik modal dengan membeli saham di pasar saham. Rakyat dapat membeli saham perusahaan yang sudah diteliti oleh badan pemerintah, dan dinyatakan bahwa perusahaan itu sehat, dan aman bila sahamnya dibeli.

Tokoh Kapitalisme
a.  Adam Smith. Ia adalah seorang tokoh ekonomi kapitalis klasik yang menyerang merkantilisme (ekonomi perdagangan yang didominasi negara) yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Adam Smith menentang teori ekonomi perdagangan yang menekankan perlunya negara memiliki persediaan batangan emas dalam jumlah besar; dan menolak pandangan physiokrat bahwa tanah merupakan sumber utama dan nilai (Suryono, 2010). Gerakan produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money, modal-komoditas-uang), yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya.
b.      David Ricardo menyumbangkan teori ekonomi berupa “Teori Keunggulan Komparatif”, teori ini memberikan justifikasi yang benar-benar digunakan oleh setiap ekonom untuk mendukung perdagangan bebas, ia menjelaskan bagaimana pendapatan nasional didistribusikan di antara upah, laba dan sewa. Bagaimana distribusi pendapatan berubah dari masa ke masa dan apa konsekuensi dari perubahan distribusi pendapatan.
Menurut Ricardo bahwa perdagangan tergantung pada keunggulan komparatifnya, atau efisiensi relatif ketimbang keunggulan absolut seperti yang dikatakan oleh Adam Smith, tapi bagi Ricardo yang terpenting adalah memperdagangkan barang produksi yang lebih cepat proses produksinya dan maksimal secara kuantitasnya melalui spesialisasi, sehingga sesama Negara akan saling menguntungkan dalam perdagangan.
Selain itu menurut Ricardo bahwa upah kerja tergantung dari kebutuhan hidup minimumnya agar pekerja atau buruh bisa tetap bertahan hidup saja dan selalu mengabdikan tenaganya untuk menghasilkan barang produksi. Ia berpendapat bahwa upah yang diberikan tergantung pada lingkungan para pekerja ini tinggal, ketika standar umum dalam lingkungannya meningkat maka upahnya akan dinaikkan sedikit, berbeda dengan Adam Smith yang mendasarkan upah pada kebutuhan fisik minimum seorang buruh. Menurut Ricardo juga bahwa seorang kapitalis harus mengambil keuntungan yang banyak setelah memberikan upah minimum bagi buruh.

Kelebihan Teori Kapitalisme
a.       Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
b.   Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
c.     Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
d.   Kapitalisme mendorong terjadinya modernisasi, menciptakan masyarakat global, dan memacu perkembangan teknologi.

Kritik Terhadap Kapitalisme
a.       Ekonom Marxis Richard D. Wolff mendalilkan bahwa ekonomi kapitalis memprioritaskan keuntungan dan akumulasi modal atas kebutuhan sosial masyarakat, dan perusahaan kapitalis jarang pernah menyertakan pekerja dalam keputusan-keputusan dasar dari perusahaan.
b.  Para penggiat lingkungan berpendapat bahwa kapitalisme membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, dan bahwa hal itu pasti akan menguras sumber daya alam terbatas di Bumi. Indikator lingkungan menunjukkan kerusakan lingkungan besar-besaran sejak akhir 1970-an.
c.       Neoliberalisme atau kapitalisme kontemporer memang meningkatkan perdagangan global, tapi juga meningkatan kemiskinan global. Kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.
d. Banyak agama mengkritik atau menentang unsur-unsur tertentu dari kapitalisme. Tradisional Yahudi, Kristen, dan Islam melarang meminjamkan uang dengan bunga.
e.   Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
f.     Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
g.    Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994) menuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
h.  Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari Scotlandia yang menulis buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah riba.
i.    Kapitalisme telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi.
j.      Paradigma kapitalisme tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara.
k.       Perdagangan bebas justru mengakibatkan dominasi dan hubungan interdependensi yang timpang. Karena, negara-negara tidak berada pada posisi kekuatan ekonomi yang berimbang. Sehingga daya tawar negara dengan kemampuan ekonomi yang masih lemah, menjadi tidak berharga jika berhadapan dengan negara yang memiliki kemampuan ekonomi di atas rata-rata. Dan perdagangan bebas, telah berimplikasi pada penguasaan pasar global di tangan negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang lebih.

      2.       Sosialisme
Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Sosialisme adalah pandangan hidup yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta pembagian hasil-hasil produksi secara merata. Sosialisme sebagai ideologi politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar oleh para pengikutnya mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi, konstitusional-parlementer, dan tanpa kekerasan.
Ciri utama sosialisme adalah pemerataan sosial dan penghapusan kemiskinan. Ciri ini merupakan salah satu faktor pendorong berkembangnya sosialisme. Hal ini ditandai dengan penentangan terhadap ketimpangan kelas sosial yang terjadi pada negara feodal.
Istilah sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis, istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon. Penggunaan istilah sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak daripada hanya segelintir elite.
Sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Semua aspek ekonomi dianggap sebagai milik bersama, tapi bukan berarti harus dimiliki secara sepenuhnya secara bersama, semua aspek ekonomi boleh dimiliki secara pribadi masing-masing, dengan syarat boleh digunakan secara Sosialis, mirip dengan gotong-royong sebenarnya. Negara yang menganut paham ini antara lain: Azerbaijan, Tajikistan, Kazakhtan, Guyana, Angola, Kongo, Myanmar, Cina, Kuba, Vietnam, Korea Utara, Etiopia. Sosialis adalah paham dimana hak milik pribadi atau properti serta pendistribusian kemakmuran dapat dikontrol secara bersama atau secara komunitas dan bukan oleh pribadi atau suatu kelompok saja.
Sosialisme menurut Clapham adalah sebuah ideologi berikut seperangkat praktek kelembagaannya. Kriteria Negara Sosialis menurut Forbes dan Thrift, yaitu:
a.     Hanya ada satu partai  yang berkuasa.
b.     Tujuan bersama dalam konstitusi.
c.      Tingginya kepemilikan Negara dalam industri dan pertanian.
d.     Pertanian secara kolektif.
e.     Kontrol perekonomian terpusat.
Pada Negara sosialis peran Negara sangat besar, terutama pada produksi dan perencanaan, dan hampir semua Negara telah memilih untuk jalan langsung menuju sosialisme tanpa terlebih dahulu mencapai pembangunan kapitalis.
Kelahiran sosialisme terkait erat dengan keberadaan kapitalisme yang sudah sangat eksploitatif. Sosialisme menentang kemutlakan milik perseorangan dan menyokong pemakaian milik tersebut untuk kesejahteraan umum. Perkembangan sosialisme muncul di daratan Eropa setelah Revolusi Industri, guna menghindari penghisapan ekonomi oleh segelintir orang (kaum kapitalis). Pelopor sosialisme antara lain Etienne Cabet, Robert Owen, dan Albert Brisbane.
Dalam perkembangan lebih lanjut, sosialisme dimanfaatkan secara politis oleh gerakan-gerakan yang revolusioner. Tokoh-tokohnya yang terkenal adalah Karl Marx, F. Engels, Lenin, dan Stalin. Paham ini berkembang di Eropa Timur pada umumnya dan Uni Soviet (sekarang menjadi Rusia). Sosialisme dengan banyaknya muatan politis berubah bentuk menjadi komunisme.
Antara sosialisme dan komunisme sebenarnya terdapat kesamaan pandang, yaitu negara mempunyai hak campur tangan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Hal ini dilakukan demi tercapainya tujuan negara, yaitu memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan merata bagi setiap anggota masyarakat. Sosialisme sifatnya adalah Utopia atau mimpi atau sekadar teori tanpa tindakan. Sedangkan Komunisme yang didengungkan oleh Marx adalah Sosialisme yang bertindak dan diwujudkan. Makanya setelah muncul Komunisme, kaum Sosialis disebut kaum Utopis atau Pemimpi. Sedangkan Komunisme Karl Marx jelas menyatakan bahwa dengan jalan revolusi sajalah kaum Proletar (kaum tanpa capital/modal) dapat merebut sumber-sumber dan faktor-faktor produksi sehingga mengakhiri era Kapitalisme dan menuju era hidup bersama dalam komunitas kemakmuran bersama. Komunisme itu pola hidup dan praktek, sedangkan ide dasarnya adalah Sosialisme.
Ada perbedaan paham tujuan negara antara sosialisme dan komunisme, yaitu sebagai berikut:
a.       Sosialisme
1)  negara masih mengakui hak milik pribadi atas alat produksi terbatas.
2)  untuk menciptakan kesejahteraan bersama, negara menggunakan cara-cara damai.
3)  keberadaan negara dibutuhkan untuk selama-lamanya.
b.      Komunisme
1)  negara melakukan penghapusan hak milik pribadi atas alat produksi.
2)  untuk menciptakan kesejahteraan bersama secara revolusioner, negara menghalalkan segala cara.
3)  keberadaan negara hanya untuk sementara waktu diperlukan.

Tokoh Sosialisme
1)    Francois Noel Babeuf (1760-1797)
Babeuf adalah orang yang pertama menyuarakan cita-cita sosialisme. Babeuf adalah anggota kaum Yakobin (fraksi radikal dalam Revolusi Perancis 1789). Inti pemikiran Babeuf tentang sosialisme adalah keinginan mendirikan “republik orang-orang sama” (tanpa kelas). Oleh karena itu Babeuf menyerukan agar kaum miskin berperang melawan kaum kaya. Babeuf ditangkap dan dipenggal kepalanya akibat merencanakan konspirasi radikal sosialis tahun 1797.
2)     Claude Henry Saint Simon (1760-……)
Simon adalah seorang teknokrat Perancis, yang memiliki pemikiran dan cita-cita terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Simon tidak sepakat jika perwujudan kesejahteraan masyarakat ditempuh dengan cara perjuangan kelas. Simon percaya bahwa kemajuan IPTEK akan menyelamatkan kehidupan manusia jika memang diorganisir secara baik.
3)    Robert Owen (1771-1858)
Owen adalah seorang pengusaha dari Inggris. Inti dari pemikiran Owen bahwa cara untuk menghilangkan penindasan, kemiskinan dan kehinaan adalah dengan cara mengefektifkan pendidikan bagi kaum buruh. Dengan pendidikan, maka kaum buruh akan berdaya dalam mempertahankan hak-haknya. Selama hidupnya Owen banyak sekali mendirikan organisasi sosial dan pendidikan. Dalam sepak terjangnya Owen konsisten dalam perjuangan menciptakan undang-undang yang melindungi kaum buruh, seperti perlindungan pekerja, pembatasan kerja anak-anak, dan diadakannya inspeksi berkala oleh negara terhadap pengusaha. Pada tahun 1825 ia mendirikan sebuah pemukiman sosialis di Amerika Serikat, namun gagal, dan akhirnya kembali ke Inggris.
4)    Charles Fourier (1772-1837)
Fourier adalah seorang Perancis yang tidak sepakat dengan revolusi. Pendekatannya teknokratis seperti Simon. Menurut Fourier, kemelaratan dan penghisapan kaum buruh serta krisis-krisis ekonomi merupakan akibat organisasi kemasyarakatan yang salah. Untuk itu organisasi itu harus kembali direformasi. Fourier yakin bahwa semua kebutuhan manusia dapat disesuaikan satu sama lain tanpa adanya konflik asalkan diorganisasikan secara tepat. Organisasi yang diidealkan Fourier adalah sebuah organisasi yang terdiri dari komunitas-komunitas harmonis yang disebutnya phalansterium. Yaitu sebuah komunitas agraris yang kecil dan mandiri, yang hidup dari pertanian dan pertukangan, dan memproduksi segala kebutuhan mereka sendiri. Setiap phalansterium terdiri dari 1620 anggota dan menguasai 2000 ha tanah. Semua harus hidup dalam satu rumah besar (seperti rumah panjang Kalimantan).
5)    Etienne Cabet (1788-1856)
Cabet adalah seorang pengacara di Perancis yang terlibat aktif dalam revolusi Perancis 1789. Cabet mengimpikan sebuah negara komunis ideal yang dipimpin oleh seorang diktator yang baik hati. Dalam negara itu masyarakat hidup tentram dan bahagia tanpa ada hak milik pribadi dan uang. Pertanian dan industri dimiliki bersama. Semua produk pekerjaan diserahkan kepada negara untuk dibagi secara merata kepada para warga. Orang makan makanan yang sama, pakaian sama, tempat kediaman sama, seluruhnya sama.

Sosialisme di Masa Karl Marx
1)      Louis Auguste Blanqui (1805-1881)
Blanqui seorang revolusioner yang aktif memimpin pemberontakan-pemberontakan kaum buruh di Perancis. Blanqui tidak memiliki sebuah teori sosialis seperti tokoh-tokoh lainnya. Blanqui lebih banyak dipandang melalui upayanya yang menyadarkan gerakan sosialis, bahwa revolusi hanya dapat berhasil apabila ditunjang oleh sebuah organisasi revolusioner. Ide pemikiran Blanqui ini kelak akan ditiru oleh V.I. Lenin melalui partai komunisnya sebagai avantgarde (partai pelopor).
2)      Weitling (1808-1871)
Weitling seorang tukang jahit miskin yang merantau ke berbagai negara eropa. Gagasan-gagasan sosialisme Weitling lebih berupa “khotbah” tentang keadilan dan keharusan bagi kaum buruh untuk memberontak melawan kaum tiran. Ia memakai kutipan-kutipan Injil untuk melawan kaum kaya. Yesus digambarkannya sebagai seorang komunis yang menyerukan penghancuran sistem penindasan dan penghisapan dengan memakai kekerasan. Menurut Weitling, kehidupan manusia akan melalui tiga tahap, tahap pertama zaman emas dimana belum ada hak milik pribadi, tahap kedua tahap hak milik pribadi, dan tahap ketiga tahap komunisme dengan cara menghapus hak milik pribadi. Weitling sempat berteman dengan Marx dan Engel di London Inggris, namun ia tidak sepakat dengan sosialisme Marx, dan akhirnya pindah dan meninggal di Amerika Serikat.
3)      Pierre Joseph Proudhon (1809-1865)
Proudhon adalah anak seorang petani anggur di Perancis. Proudhon adalah orang yang tidak sepakat dengan pemikiran Marx. Baginya komunisme tidak ubahnya dengan kapitalisme yang juga mengancam kebebasan. Sebab komunisme akan menghilangkan martabat individu dan nilai-nilai kehidupan keluarga karena telah memaksa rakyat hidup seperti di tangsi. Proudhon menginginkan dihapusnya hak milik besar yang dianggapnya sebagai hasil penghisapan. Hanya produsen kecillah yang masih boleh mempunyai hak milik. Hutang dan bunga atas utang juga harus dihapus, untuk itu perlu didirikan bank-bank rakyat yang akan memberikan kredit tanpa bunga (di Indonesia seperti Bank Muammalat). Para produsen kecil saling menukarkan hasil produksi dalam koperasi sesuai dengan nilai barang yang diproduksinya. Jika hal itu sudah tercipta, maka negara dan undang-undang sudah tidak diperlukan lagi. Pemikiran Proudhon ini kemudian akan disempurnakan oleh Bakunin, seorang tokoh anarkisme.
4)      Louis Blanc (1811-1882)
Blanc adalah seorang Perancis yang pernah menjadi menteri di tahun 1848. Pemikiran Blanc berbanding terbalik dengan Proudhon. Jika Proudhon tidak memerlukan negara karena adanya kemandirian rakyat melalui bank rakyat dan koperasi, justru Blanc mengharapkan peran negara agar mengorganisasikan produksi dan menghilangkan persaingan. Untuk memecahkan masalah buruh, Blanc mengusulkan agar pemerintah membuka bengkel-bengkel sosial, yang bertugas memecahkan dan membantu masalah-masalah yang dihadapi para buruh.
5)      Moses Hess (1812-1875)
Hess anak seorang pedagang Yahudi Jerman. Hess adalah kawan Marx di koran Rheinesche Zeitung. Pemikiran sosialisme Hess cenderung religius akibat didikan agama Yahudi yang diperolehnya selama masa kanak-kanak. Hess berpendapat bahwa umat manusia sedang masuk dalam tahap baru perkembangannya dimana manusia dan Allah (roh dan alam) menyatu kembali. Apabila agama-agama kembali ke asal-usul bersama mereka, umat manusia akan mengalami pembebasan. Komunisme menurut Hess harus dicapai melalui revolusi sosial. Melalui revolusi ini akan diciptakan perdamaian abadi umat manusia, masyarakat yang sama dan bebas, yang berdasarkan cinta kasih persaudaraan.
6)      Mikhail Bakunin (1814-1876)
Bakunin adalah seorang bangsawan Rusia yang sebagaian besar hidupnya tinggal di Eropa Barat. Bakunin adalah musuh bebuyutan Marx selama masa Internasionale I. Pemikiran Bakunin yang mewakili kelompok anarkisme adalah terciptanya masyarakat anarkhia, yaitu suatu masyarakat yang hidup tanpa adanya kekuasaan memaksa. Oleh karena itu Bakunin menolak segala macam bentuk negara. Bagi Bakunin, asalkan perekonomian ditata secara adil, maka lembaga-lembaga yang bersifat memaksa tidak diperlukan lagi.

Sosialisme Pemikiran Karl Marx
1)      Teori Alienasi (Keterasingan)
Teori keterasingan diawali oleh pandangan Marx tentang kerja. Kerja pada dasarnya adalah bentuk manifestasi dari jati diri (hakekat) manusia. Karena itu, maka manusia dalam melakukan pekerjaannya selalu disesuaikan dengan keinginan, hobi dan angan-angannya. Namun sejak adanya sistem kapitalisme, kerja sudah bukan lagi merupakan bentuk jati diri manusia, melainkan hanya sebuah bentuk aktivitas paksaan demi upah.
Akibatnya, manusia harus terasing dari pekerjaannya, terasing dari hasil kerjanya, dan terasing dari jati dirinya, dan  akhirnya pula manusia juga harus terasing dari manusia lainnya. Menurut Marx, keterasingan ini sebagai akibat pembagian hak milik pribadi dalam sistem kapitalisme. Akibat hubungan hak milik pribadi ini juga, majikan akhirnya juga ikut terasingkan karena tidak mampu mengembangkan jati dirinya sebagai manusia. Majikan hanya secara pasif menikmati hasil kerja orang lain. Hanya saja, majikan mengalami sudut madu keterasingan dan buruh mengalami sudut pahitnya.
Awal munculnya hak milik ini menurut Marx berawal dari sistem pembagian kerja. Pada jaman masyarakat purba pembagian kerja belum dikenal. Dalam kegiatan mereka masih melakukannya secara bersama-sama. Namun lambat laun mereka mulai sadar bahwa bekerja tanpa ada pembagian kerja, sama sekali tidak efisien. Pemikiran Marx ini kemudian dikembangkan dalam teori perkembangan masyarakat (verelendung). Dalam teori ini Marx membaginya dalam tiga tahap perkembangan. Tahap pertama adalah masyarakat purba yang belum mengenal pembagian kerja. Tahap kedua adalah tahap pembagian kerja (dan sampai saat ini masih terus berlangsung). Tahap ketiga adalah tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus. Pemikiran ini ditempuh melalu pendekatan materialisme sejarah (historis materialism).
2)      Teori Perjuangan Kelas (Klassentrij)
Sistem kapitalisme secara tidak langsung telah melahirkan tiga kelas dalam masyarakat, yaitu kelas proletar, kelas majikan dan tuan tanah. Hanya dalam tulisan-tulisan Marx berikutnya, yang paling banyak diulas adalah dua kelas yaitu proletar dan majikan.
Dua kelas itu menurut Marx secara obyektif mengandung kontradiksi (berlawanan). Di satu sisi kelas proletar berkepentingan untuk mendapatkan upah setinggi-tingginya, sisi lainnya kelas majikan berkepentingan memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam teori ini, kelas buruh selalu berada dalam posisi yang lemah, karena hidupnya tergantung dari upah majikan. Akibat posisi yang lemah itu, maka buruh semakin ditindas dengan upah yang ditekan serendah-rendahnya oleh majikan.
Ketika kontradiksi itu sampai pada klimaksnya, maka revolusi proletar akan mengambil alih seluruh alat produksi untuk kemudian dikuasai secara bersama-sama. Prediksi itu bagi Marx adalah suatu keniscayaan sejarah yang nantinya akan terjadi.
3)      Teori Nilai Lebih (Meewaarde)
Kotradiksi yang terjadi antara buruh dan majikan telah memberikan akibat-akibat yang merugikan kehidupan kaum buruh karena mereka memang berada dalam posisi yang dilemahkan. Akibat tindakan majikan yang menekan upah buruh serendah-rendahnya berakibat tidak sebandingnya nilai kerja yang dilakukan dengan upah yang diterima kaum buruh. Sehingga secara tidak langsung, majikan telah merampok hak yang sebenarnya menjadi hak kaum buruh. Inilah yang dimaksud dengan teori nilai lebih.
4)      Pandangan Marx tentang Negara
Bagi Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan merupakan alat dalam tangan kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara tidak bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi kepentingan kelas-kelas atas. Negara bukanlah wasit-wasit netral, melainkan selalu berpihak, berpihak kepada kelas atas.

Sosialisme Marx di Mata Revisionis
1)      Vladimir Ilyitz Ulyanov/V.I. Lenin (1870-1924)
Lenin adalah salah seorang tokoh pendiri Uni Sovyet, sebuah negara komunis yang pertama kali resmi berdiri di dunia melalui revolusi Oktober (Bolsevik) 1917 melalui penggulingan rejim kekaisaran Tsar. Lenin juga merupakan pendiri Komintern (Komunis Internasional).
Lenin tidak sepakat dengan Marx bahwa untuk menuju sosialisme harus menunggu matangnya kapitalisme yang akan memunculkan revolusi proletar secara alamiah. Bagi Lenin, revolusi tidak harus ditunggu, tapi harus diusahakan dan direkayasa. Untuk itulah maka Lenin tidak segan menggunakan kekuatan bersenjata guna mewujudkan revolusi.
Dengan demikian, Lenin mengugurkan pemikiran Marx, bahwa revolusi tergantung dari proses ekonomi. Bagi Lenin, revolusi hanya tergantung dari proses politik yang akan dilakukan.
Lenin juga tidak percaya bahwa buruh sanggup memimpin revolusi, mengingat tingkat pendidikan dan pengetahuan buruh yang rendah. Untuk itu Lenin perlu mendirikan partai komunis yang akan diisi oleh elite-elite yang berpengetahuan tinggi yang akan memimpin buruh dalam kediktatoran proletariat.
2)      Karl Kautsky (1854-1938)
Kautsky adalah salah seorang tokoh sayap kiri Partai Sosial Demokrat Jerman (SPD) yang memiliki pikiran marxisme ortodok. Kautsky tetap berkeyakinan bahwa revolusi sosialis adalah sebuah keniscayaan sejarah, sehingga revolusi tidak perlu direkayasa. Untuk itu, Kautsky mengecam tindakan Lenin dalam Bolsevismenya. Walaupun Trotsky percaya pada kehancuran kapitalisme, Trotsky tetap tidak sepakat dengan jalan pemikiran Bernstein yang menempuh jalan sosialisme melalui reformasi. Trotsky tetap menginginkan perwujudan sosialisme melalui jalan perjuangan kelas.
3)      Eduard Bernstein (1850-1932)
Bernstein adalah tokoh SPD yang menganjurkan partainya untuk memperjuangkan sosialisme melalui reformasi dan demokrasi. Pandangan Bernstein ini didasarkan pada pengamatannya yang melihat kapitalisme ternyata terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistemnya, sehingga sulit untuk diperkirakan ambruk. Oleh karenanya Bernstein tidak menginginkan lagi perjuangan melalui revolusi, sebab kapitalisme bisa dijinakkan melalui kompromi-kompromi yang akan terus memperbaiki nasib kaum buruh secara bertahap.
4)      Rosa Luxemburg (1897-1918)
Rosa adalah tokoh SPD yang mengecam Trotsky, Bernstein dan Lenin. Terhadap Trotsky, Rosa mengkritik bahwa walaupun keruntuhan kapitalisme adalah suatu keniscayaan, bukan berarti kita harus menunggu dan bersikap pasif. Justru sikap itu hanya akan melemahkan semangat dan kesadaran kaum buruh. Untuk itu perjuangan kelas harus terus dijalankan. Perjuangan kelas yang berlangsung terus menerus itu nantinya akan mematangkan kesadaran kaum buruh. Sehingga jika suatu saat kapitalisme mulai melemah, maka kaum buruh telah siap melakukan revolusi.
Rosa juga mengecam Lenin yang menganggap buruh tidak layak dan tidak mampu menjadi pemimpin revolusi. Rosa menganggap Lenin berpikiran picik, sebab Lenin mengabaikan perjuangan kelas yang dilakukan secara terus menerus secara tidak langsung telah mengubah kaum buruh menjadi manusia yang berpendidikan dan berpengetahuan melalui pengalamannya selama dalam perjuangan kelas.
Rosa juga mengutuk Bernstein yang demoralisasi yang mengubah perjuangan revolusi menjadi reformasi. Memang Rosa tidak menolak perjuangan partai buruh melalui parlemen, namun tujuan di parlemen bukanlah untuk berkompromi, tapi adalah untuk merebut kekuasaan negara.
5)      Leon Bornstein/Trotsky (1879-1940)
Trotsky adalah tokoh marxis Uni Sovyet pimpinan kaum Menshevik (minoritas). Pemikiran sosialis khas Trotsky adalah “teori revolusi permanen”. Teori itu memunculkan satu revolusi yang harus terus-menerus dilakukan oleh kaum proletariat, walaupun kekuasaan negara telah terambil-alih. Revolusi permanen Trotsky tidak mengijinkan kaum borjuis demokratik ikut memimpin jalannya revolusi. Kekuasaan negara harus tetap dipegang kaum proletariat, dan jangan sampai dipegang kaum borjuis demokratik. Sebab Trotsky tidak percaya kaum borjuis demokratik mampu menjalankan peran negara mewujudkan sosialisme (landreform, nasionalisasi, serta pembebasan negara dari dominasi asing). Ketidak-percayaan itu didasarkan pada bukti sejarah yang menyatakan bahwa kaum borjuis demokratik selalu cenderung memilih kompromi dengan kapitalis.
6)      Antonio Gramschi (1891-1937)
Gramsci (1891-1937) adalah seorang tokoh pendiri Partai Komunis Italia 1921. Pemikiran Gramsci dalam The Prisson Notebook-nya, mensyaratkan bahwa betapa pentingnya partai komunis beraliansi dengan kekuatan lain dalam proses mencapai revolusi. Kekuatan lain itu terutama adalah kekuatan yang tidak mencerminkan kelas, seperti gerakan lingkungan hidup, gerakan perempuan, cendekiawan, mahasiswa dan lain-lain. Dengan aliansi kekuatan itu, maka akan memudahkan kaum komunis untuk mencapai kekuasaan. Disamping itu Gramschi juga menyatakan bahwa perlunya kesadaran sosialis merembes ke hati nurani seluruh rakyat, sebab tanpa itu perebutan kekuasaan dalam rangka diktator proletariat tidak dapat menghasilkan komunisme sejati. Gramschi juga menuntut perlunya partai komunis yang berakar luas di tengah masyarakat sebagai agen perubahan sosial, dan bukannya partai yang bersifat elitis seperti dalam pandangan Lenin.
7)      Mao Tse Tung (1893-1976)
Mao adalah pemimpin partai komunis China yang berhasil mendirikan negara komunis di China setelah berperang hampir 38 tahun (1918-1940) melawan partai nasionalis Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek. Pemikiran Mao hampir sama mirip dengan Lenin, bahwa revolusi harus dilakukan melalui perjuangan politik dan kekerasan bersenjata. Mao juga mensyaratkan bahwa buruh harus dipimpin oleh orang-orang pilihan yang tergabung dalam elite partai dan militer. Hanya saja perbedaan Mao dengan Lenin terletak dalam strategi revolusinya. Jika Lenin memusatkan revolusi pada penguasaan kota, Mao memusatkan revolusi dari desa ke desa. Teori Mao ini kemudian  dikenal dengan nama “Desa kepung Kota”.
8)      Austromarxisme
Austromarxisme adalah kumpulan tokoh-tokoh marxisme yang hidup di Austria dan memberikan kekhasan tersendiri dari marxisme ala Austria. Tokoh-tokohnya antara lain Otto Bauer, Rudolf Hilferding, Karl Renner, dan Marx Adler dan Friedrich Adler. Khusus Bauer dan Hilferding, mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita yang sering membaca Di Bawah Bendera Revolusi karena pemikiran kedua tokoh tersebut sering disitir oleh Sukarno dalam artikel-artikelnya.
Kaum austomarxisme memanggap marxisime sebagai sebuah sistem yang terbuka. Mereka juga menolak anggapan bahwa marxisme mengimplikasikan materialisme dan ateisme. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa agama mempunyai fungsi positif dalam hidup masyarakat. Bagi mereka, nilai-nilai marxisme adalah universal. Marxisme bukan milik eksklusif proletarian melainkan realisasi cita-cita tertinggi manusia. Secara filosofis kaum austromarxis mendasarkan dirinya pada Immanuel Kant, bukan pada Hegel.

Kelebihan Sosialisme
1)        Sosialisme merupakan perangkat analisis sosial yang tajam dalam menggambarkan tatanan berkeadilan, karena tidak ada perbedaan kelas antara kelas borjuis (pemilik modal dan tuan tanah) dan kelas proletar (buruh pabrik dan buruh tani).
2)        Disediakannya kebutuhan pokok. Setiap warga Negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan dan minuman, pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat dan lain-lain. Setiap individu mendapatkan pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat fisik dan mental berada dalam pengawasan Negara.
3)        Didasarkan perencanaan Negara. Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan Negara yang sempurna, di antara produksi dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan dan kekurangan dalam produksi seperti yang berlaku dalam sistem Ekonomi Kapitalis tidak akan terjadi.
4)        Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh Negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan-kepentingan Negara.

Kritik Terhadap Sosialisme
1)        Sulit melakukan transaksi. Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oleh pemerintah, oleh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan ditentukan oleh mekanisme pasar.
2)        Membatasi kebebasan. Sistem tersebut menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang menghambatnya dalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini menunjukkan secara tidak langsung sistem ini terikat kepada sistem ekonomi diktator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti mesin.
3)        Mengabaikan pendidikan moral. Dalam sistem ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidikan moral individu diabaikan. Dengan demikian, pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nilai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.
4)        Sosialisme tidak memberi implikasi yang positif terhadap perkembangan dan kemajuan masyarakat. Sosialisme justru berisi “statisme” bahkan degradasi dan keterbelakangan yang teramat parah. Karena sosialisme tidak suka dengan persaingan, sosialisme hanya mencintai watak Kooperatif dan membenci kompetisi. Ini menafikkan watak alamiah manusia yang sesungguhnya suka perang, persaingan, dan kompetisi. Kehidupan adalah konflik, dan dalam tiap detailnya, manusia mengaktualisasikan dirinya. Terjadi stagnasi dan inefisiensi ekonomi serta lemahnya disiplin kerja.
5)        Sosialisme hanyalah suatu paham, suatu cita-cita yang masih berada di tingkat konsepsi. Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia harus dibuat operasional dan harus didukung oleh seperangkat institusi dan mekanisme-mekanisme tertentu. Ini memang bukan hal yang mudah. Tetapi tanpa itu, ia hanya akan berhenti pada himbauan-himbauan moral atau etis, namun tidak membawa perubahan apa-apa.

      3.       Teori Ketergantungan
Teori ketergantungan atau teori dependensi merupakan analisis tandingan terhadap teori modernisasi. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal karena teori ini berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan perkiraan Marx tentang akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum majikan dalam sistem industri kapitalisme. Marx mengungkapkan kegagalan kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses terhadap sumber daya dan faktor produksi menyebabkan eksploitasi terhadap kaum buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumber daya dan faktor produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
Teori ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga.
Teori ini menganjurkan agar negara berupaya secara terus menerus untuk mengurangi ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Perspektif ketergantungan kontemporer mengungkapkan bentuk dominasi dan ketergantungan yang berlawanan di antara negara-negara dunia kapitalis. Negara dependen mungkin berkembang sebagai cerminan ekspansi negara-negara dominan atau terbelakang sebagai konsekuensi hubungan ketergantungan mereka.
Awal mula teori ketergantungan (Dependency Theory) dikembangkan pada akhir tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur Economic Commission for Latin America, ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati aktivitas ekonomi di negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa kepada masalah-masalah ekonomi di negara-negara miskin.
Lahirnya teori dependensi juga merupakan jawaban atas krisis teori Marx ortodoks di Amerika Latin. Menurut Marxsis ortodoks, Amerika Latin harus melihat tahap revolusi industri "borjuis" sebelum melampaui revolusi sosialisasi proletar. Namun demikian revolusi Republik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajak pada kaum cendikiawan bahwa negara dunia ketiga tidak harus selalu mengikuti tahap-tahap perkembangan tersebut. Tertarik pada model pembangunan RRC dan Kuba, banyak intelektual radikal di Amerika latin berpendapat bahwa negara-negara di Amerika Latin dapat saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
Teori dependensi ini segera menyebar dengan cepat di belahan Amerika Utara pada akhir tahun 1960-an oleh Andre Gunder Frank, yang kebetulan berada di Amerika Utara pada tahun 1960-an. Di Amerika Serikat teori ini memperoleh sambutan hangat, karena kedatangannya hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya kelompok intelektual muda radikal, yang tumbuh dan berkembang subur pada masa revolusi kampus di Amerika Serikat, akibat pengaruh kegiatan protes antiperang, gerakan kebebasan wanita, dan menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengahan tahun 1960 yang diikuti oleh inflasi kronis, devaluasi mata uang dollar Amerika dan perasaan kehilangan kepercayaan diri pada masa awal tahun 1970-an, menyebab hilangnya kenyakinan landasan moral Teori modernisasi.

Suryono (2004) membagi Teori Ketergantungan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1)      Teori Ketergantungan Struktural
Teori struktural pada umumnya berpangkal pada filsafat materialisme yang dikembangkan oleh Karl Marx, tetapi Teori Ketergantungan Struktural justru membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan menjadi cara produksi tunggal yang menciptakan proses maupun struktur masyarat yang sama di semua negara yang ada di dunia ini. Teori Ketergantungan Struktural berpendapat bahwa kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang menjadi korban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari negara-negara imperialisme yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara-negara pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit dan sulit berkembang.
Bahkan kemiskinan yang terdapat di negara-negara dunia ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari struktur perekonomian dunia yang bersifat ekspolitatif (menindas). Dimana yang kuat melakukan eksploitasi terhadap yang lemah. Maka surplus dari negara-negara dunia ketiga beralih ke negara-negara industri maju. Perdagangan dunia yang bebas justru merupakan tempat praktik-praktik eksploitasi ini. Negara-negara pinggiran yang pra-kapitalis merupakan negara-negara yang tidak dinamis, yang memakai cara produksi asia yang berlainan dengan cara produksi feodal di Eropa yang menghasilkan ideologi kapitalisme. Negara-negara pinggiran ini, setelah disentuh oleh kapitalisme maju, akan bangun dan berkembang mengikuti jejak negara-negara kapitalisme maju.
Contoh Teori:
a.       Raul Presbish : Industri Subtitusi Import.
b.      Paul Baran : Sentuhan yang mematikan dan penyakit kerdil (Kretinisme).
2)      Teori Ketergantungan Klasik
Teori ini berasal dari studi-studi empiris tentang pembangunan di negara-negara pinggiran yang membantah teori ketergantungan struktural tersebut di atas dan menyatakan bahwa negara-negara pingiran yang pra-kapitalis mempunyai dinamika sendiri, yang apabila tidak disentuh oleh negara-negara kapitalisme maju justru akan berkembang secara mandiri dan tidak terhambat. Contoh Teori:
a.       Andre Gunder Frank : Pembangunan Keterbelakangan.
b.      Theotonio Dos Santos : Membantah Teori Gunder Frank.
3)      Teori Pasca Ketergantungan
Teori ini sebenarnya lahir dari kubu kaum Marxis yang mencoba mengatasi dan mengkritik kelemahan-kelemahan yang ada pada teori ketergantungan. Misalnya, teori ketergantungan tidak mampu menjawab munculnya tanda-tanda bahwa negara-negara pinggiran akan menjadi mandiri dan berjalan dengan cepat dalam melakukan proses industrialisasinya dan mulai mengancam negara-negara industri maju yang sudah ada. Dimana hal ini sebelumnya dianggap tidak mungkin. Contoh Teori :
a.       Kritik Teori Liberal.
b.      Kritik Teori Artikulasi.
c.       Kritik Teori Sistem Dunia (Immanuel Wallerstein).

Enam bagian pokok dari teori dependensi adalah :
1)      Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus. Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2)      Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini, ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des Santos. Sebaliknya ada yang menekankan faktor internal yang mempengaruhi/menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3)      Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik. Raul Prebisch memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang ditawarkanya juga bersifat ekonomi. Andre Gunder Frank seorang ekonom, dalam analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner, analisis sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di negara pinggiran.
4)      Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah Andre Gunder Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti Cardoso.
5)      Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6)      Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut Marxis Klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan karena itu perlu diubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik.

Tokoh Teori Ketergantungan
a.       Raul Prebisch. Prebisch mengkritik keusangan konsep pembagian kerja secara internasional yaitu Internasional Division of Labor (IDL). IDL lah menurut Presbich yang menjadi sebab utama munculnya masalah pembangunan di Amerika Latin. Adanya teori pembagian kerja secara internasional (IDL), yang didasarkan pada teori keunggulan komparatif, membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi produksinya. Oleh karena itu, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua kelompok, yaitu negara-negara center/pusat yang menghasilkan barang industri dan negara-negara pheriphery/pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya saling melakukan perdagangan, dan menurut teori ini, seharusnya menunjukan hal yang sebaliknya. Negara-negara center yang melakukan spesilisasi pada industri menjadi kaya, sedangkan negara pinggirian (pheriphery) tetap saja miskin. Padahal seharusnya kedua negara sama kaya karena perdagangannya saling menguntungkan. Analisis Raul Prebisch terhadap kemiskinan negara pingiran:
1)      Terjadi penurunan nilai tukar komoditi pertanian terhadap komoditi barang industri. Barang industri semakin mahal dibanding hasil pertanian, akibatnya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara pertanian bila berdagang dengan negara industri.
2)      Negara-negara industri sering melakukan proteksi terhadap hasil pertanian mereka sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian untuk mengekspor ke sana (memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
3)      Kebutuhan akan bahan mentah dapat dikurangi dengan penemuan teknologi lama yang bisa membuat bahan mentah sintetis, akibatnya memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke negara pusat.
4)      Kemakmuran meningkat di negara industri menyebabkan kuatnya politik kaum buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan menaikan harga jual barang industri, sementara harga barang hasil pertanian relatif tetap.
Solusi yang ditawarkan Raul Prebisch : Presbich berpendapat negara-negara yang terbelakang harus melakukan industrialisasi, bila mau membangun dirinya, industrialisasi ini dimulai dengan Industri Substitusi Impor (ISI). ISI dilakukan dengan cara memproduksi sendiri kebutuhan barang-barang industri yang tadinya di impor untuk mengurangi bahkan menghilangkan penyedian devisa negara untuk membayar impor barang tersebut. Pemerintah berperan untuk memberikan proteksi terhadap industri baru. Ekspor bahan mentah tetap dilakukan untuk membeli barang-barang modal (mesin-mesin industri), yang diharapkan dapat mempercepat indrustrialisasi dan pertumbuhan ekonomi. Bagi Presbich campur tangan pemerintah merupakan sesuatu yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara pinggiran dari rantai keterbelakangannya.
b.      Paul Baran. Paul Baran adalah seorang pemikir Marxisme yang menolak pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara yang terakhir ini untuk berkembang, seperti negara-negara kapitalis di Eropa. Baran berpendapat lain, baginya, sentuhan ini akan mengakibatkan negara-negara kapitalis tersebut terhambat kemajuannya dan akan terus hidup dalam keterbelakangan. Dengan pendapatnya yang berbeda dengan Marx, Baran menyatakan bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran, berbeda dengan perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran sistem kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit ini tetap kerdil dan tidak bisa besar. Menurut Baran, kapitalisme di negara-negara pusat bisa berkembang karena adanya tiga prasyarat:
1)      Meningkatnya produksi diikuti dengan tercabutnya masarakat petani di pedesaan.
2)      Meningkatnya produksi komoditi dan terjadinya pembagian kerja mengakibatkan sebagian orang menjadi buruh yang menjual tenaga kerjanya sehingga sulit menjadi kaya, dan sebagian lagi menjadi majikan yang bisa mengumpulkan harta.
3)      Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan tuan tanah

c.       Andre Gunder Frank—seorang ekonom Amerika—melihat bahwa peluang terjadinya kebaikan manfaat pada negara-negara pinggiran dari hasil hubungan ketergantungan itu sangatlah mustahil. Baginya hasil yang akan tercipta hanyalah sebuah pembangunan keterbelakangan (development of underdevelopment). Frank dalam teorinya mengembangkan kembali konsep Prebisch tentang negara-negara pusat dan pinggiran yang disebutnya dengan negara metropolis dan negara satelit. Namun jika Prebisch lebih melihat pada faktor ekonomi, Frank lebih berbicara tentang aspek politik, yaitu hubungan politis antara modal asing dengan kelas-kelas di negara-negara satelit.
Menurut Frank ada tiga komponen utama yaitu modal asing, pemerintahan lokal di negara-negara satelit, dan kaum borjuasi. Pembangunan hanya terjadi di kalangan mereka dan rakyat hanya menjadi tenaga upahan dan selalu dalam posisi dirugikan. Maka kemudian ciri-ciri yang timbul dari hubungan antara ketiganya adalah kehidupan ekonomi yang tergantung, terjadinya kerjasama antara modal asing dengan kelas-kelas penguasa lokal serta terjadinya ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin di negara-negara satelit. Keuntungan dari berhubungannya tiga komponen di atas tidak akan pernah menetes ke bawah, seperti yang diperkirakan oleh teori penetasan ke bawah atau trickle down effect. Akhirnya menurut Frank ketergantungan hanya akan bisa diatasi melalui revolusi yang langsung melahirkan sosialisme, berbeda dengan revolusi yang dikemukakan oleh Marx.
d.      Theotonia Dos Santos. Dos Santos memberikan garis besar tipe ketergantungan. Ketergantungan kolonial mencirikan hubungan antara negara Eropa dengan koloninya dimana monopoli perdagangan dilengkapi oleh monopoli tanah, Pertambangan dan tenaga kerja dinegara koloni. Ketergantungan industri keuangan mewujudkan dirinya di penghujung abad kesembilanbelas dengan disatu sisi didominsai oleh pusat hegemoni dan disisi lain investasi modal koloni batas luar untuk memperoleh bahan mentah dan produksi pertanian yang pada giirannya akan dikonsumsi oleh pusat. Teori ini memahami pembangunan industri bergantung pada ekspor yang mendatangkan mata uang untuk membeli barang-barang modal impor. Ekspor biasanya terikat dengan sektor ekonomi tradisional yang dikontrol kaum borjuis pemilik tanah dan pada gilirannya terkait dengan modal asing. Teori ketergantungan baru mencoba menunjukkan bahwa hubungan negara dependen dengan negara dominan tidak dapat diubah dengan adanya perubahan dalam sruktur internal dan hubungan eksternalnya. Selanjutnya struktur ketergantungan bertambah membawa negara dependen pada keterbelakangan dan memperburuk permasalahan masyarakat ketika negara tersebut mengikuti suatu struktur dan internasional yang dipengaruhi secara kuat oleh peran perusahaan multinasional maupun pasar komoditas dan modal internasional.
Dos Santos menguraikan ada 3 bentuk ketergantungan:
1)      Ketergantungan Kolonial:
a)      Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
b)      Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat.
c)       Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif negara pusat.
d)      Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
2)      Ketergantungan Finansial-Industrial
a)      Tidak ada dominasi politik dalam bentuk penjajahan. Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih dikuasai oleh negara-negara pusat.
b)      Ekspor masih berupa barang – barang yang dibutuhkan negara pusat.
c)       Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
3)      Ketergantungan Teknologis-Industrial
a)      Bentuk ketergantungan baru.
b)      Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
c)       Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.

e.      Immanuel Wallerstein. Berdasarkan kegiatan produksinya, sistem dunia dapat digolongkan menjadi tiga entitas, yaitu mini-system, world empire dan world economy. Sistem paling dasar adalah mini-system dimana kegiatan produksi hanya berdasarkan perburuan dan agrikultur tradisional. Sistem kedua, world empire, produk agrikultur digunakan sebagai komoditas utama untuk penyelenggaraan birokrasi dan militer. Sistem terakhir, the world economy, adalah sistem ekonomi dunia yang kapitalis dimana produksi yang dilakukan bertujuan untuk menciptakan keuntungan.
Sistem dunia ekonomi ini kemudian memunculkan bentuk hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam negara core, semi-periphery dan periphery. Negara core yaitu negara yang memegang dominasi produksi adalah yang paling banyak mendapat keuntungan dari kapitalisme, berbeda dengan negara periphery yang dapat dikatakan menjadi objek eksploitasi pasar negara core. Kondisi ini kemudian memunculkan semi- periphery sebagai stabilitator (buffer zone) antara negara core dan negara periphery.

Kritik Terhadap Teori Dependensi
a.       Teori depedensi bukan merupakan karya ilmiah, melainkan lebih merupakan pamflet politik dan hanya didefinisikan sebagai konsep dikotomi.
b.      Teori depedensi telah secara berlebihan menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan dinamika internal, misalnya peranan sosial dan negara. Analisa perebutan kekuasaan politik juga tidak ditemukan dalam kategori teoritis. Hal ini terjadi karena teori depedensi menganggap bahwa kaum industralis di negara dunia ketiga hanya merupakan borjuasi gembel (lumpen bourgeoisie) yang tergantung pada modal asing. Disisi lain teori dependensi menganggap pemerintah sebagai komite administrasi dari modal asing dan negara-negara imperialis.
c.       Teori depedensi berpendapat bahwa selama hubungan pertukaran yang tidak seimbang ini tetap bertahan sebagai landasan hubungan internasional, maka ketergantungan dan keterbelakangan negara dunia ketiga tetap tidak terselesaikan. Dalam hal ini para kritikus berada pada posisi sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa ketergantungan dan pembangunan dapat saja terwujud secara bersama, dan bahkan lebih dari itu, mereka mengatakan bahwa situasi ketergantungan tidak harus membawa keterbelakangan. Para pengkritik juga menganggap bahwa rumusan kebijaksanaan yang diajukan oleh teori depedensi tidak dapat menjelaskan secara detail dan jelas bagaimana negara dunia ketiga itu bertindak.
d.      Teori ini dianggap terlalu mendramatisir keadaan dan dilebih-lebihkan (hiperbola), sehingga tercipta suatu image seakan-akan terjadi ketergantungan antara negara yang kuat (leading sectors) dengan negara yang miskin (legging sectors).
e.      Kaum dependensia telah memutarbalik (mendistorsikan) sejarah, terutama yang menyangkut hubungan historis antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang.
f.        Pandangan kaum dependensia tentang kontradiksi yang fundamental di dunia antara Pusat (centrum) dan Periferi (negara pinggiran) ternyata tidak berhasil memperhitungkan struktur-struktur klas produksi di periferi yang menghambat terbentuknya tenaga produktif.
g.       Teori dependensia cenderung untuk berfokus pada masalah pusat dan modal internasional karena kedua hal itu dipersalahkan sebagai penyebab kemiskinan dan keterbelakangan, ketimbang masalah pembentukan klas-klas lokal.
h.      Teori dependensia telah gagal dalam membedakan antara kapitalis dengan feodalis, atau bentuk-bentuk pengendalian produser masa pra-kapitalis lainnya, dan perampasan keuntungan (appropriasi surplus).
i.         Teori dependensia mengabaikan produktivitas tenaga kerja sebagai titik sentral dalam pembangunan ekonomi nasional, dan meletakkan tenaga penggerak (motor force) dari pembangunan kapitalis dan masalah keterbelakangan pada transfer surplus ekonomi pusat ke periferi.
j.        Teori dependensia juga dinilai menggalakkan suatu ideologi berorientasi kedunia ketiga yang meruntuhkan karakter dan potensi solidaritas klas internasional dengan menyatukan semuanya sebagai “musuh”, yakni baik elit maupun massa yang berada di bangsa-bangsa Pusat (negara centrum).
k.       Teori dependensia dinilai statis, karena ia tidak mampu menjelaskan dan memperhitungkan perubahan-perubahan ekonomi di negara-negara terbelakang menurut waktu dan perubahannya.


C.      PENUTUP
Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar.
Sedangkan Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Dalam sistem ekonomi sosialisme, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Kemudian lahir Teori ketergantungan yang mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini mencermati hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia Ketiga. Teori ini menganjurkan agar negara berupaya secara terus menerus untuk mengurangi ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan teori pembangunan mengikuti Dialektika Hegel, yaitu tesis, antitesis dan sintesis. Kemunculan kapitalisme merupakan suatu tesis dan sosialisme adalah antitesisnya. Sosialisme merupakan kritik terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh kapitalisme.
Teori ketergantungan yang bertolak dari analisa Marxis juga merupakan antitesis terhadap kapitalisme global.  Teori ini mengangkat kritik terhadap kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (sentral dan pinggiran), dengan analisis  utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis.
Keberhasilan China menggabungkan Sosialisme dengan Kapitalisme mungkin bisa menjadi jalan tengah dari pertarungan antara kedua teori tersebut. Diperlukan kajian yang lebih sistematis, cermat dan komprehensif untuk menghasilkan sintesis berupa teori pembangunan yang menggabungkan kelebihan kedua teori tersebut dan mengeliminir kelemahannya, agar bisa digunakan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, di era globalisasi saat ini.

D.      REFERENSI
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Penerbit Insist Press.




https://ajichrw.wordpress.com/2009/07/21/studi-perbandingan-teori-dan-sistem-kesejarahan-sosialisme/


https://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme

Suryono, Agus. 2004. Pengantar Teori Pembangunan. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar