KAPITALISME, SOSIALISME DAN
TEORI KETERGANTUNGAN
A. PENDAHULUAN
Pembangunan menurut Bryant dan
White (1982) dalam Suryono (2010) adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia
untuk mempengaruhi masa depannya dengan memiliki lima implikasi utama, yaitu :
(1) pembangunan berarti membangkitkan kemampuan manusia secara optimal, baik
individu maupun kelompok (capacity).
(2) pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan, kemerataan nilai dan
kesejahteraan (equity). (3) pembangunan
berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri
sesuai dengan kemampuannya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan
yang sama, kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment). (4) pembangunan berarti
membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (sustainability). (5) pembangunan berarti mengurangi ketergantungan
negara satu kepada negara lain, menciptakan hubungan yang saling menguntungkan
dan menghormati (interdependence).
Semua negara di seluruh dunia berhasrat
untuk melakukan pembangunan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dipercaya sebagai cara terbaik untuk meningkatkan standar
hidup, kesehatan dan pendidikan. Ada dua cara untuk mencapai pembangunan
ekonomi yang pesat. Pertama, cara Kapitalisme dengan pasar bebasnya yang
merupakan alat utama untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kedua,
cara Sosialisme yang kemudian berkembang menjadi Komunisme, dimana Negara menguasai
alat-alat produksi dan menetapkan tujuan yang menyeluruh.
Perdebatan tentang “jalan yang
tepat“ menuju tujuan pembangunan tersebut, yaitu antara paham kapitalisme
neo-klasik menurut Adam Smith dengan paham sosialisme dalam tradisi Marx
mewarnai perkembangan teori pembangunan. Namun selain kedua teori utama
tersebut, muncul pula teori pembangunan dari dunia ketiga, salah satunya adalah
Teori Ketergantungan, yang menggunakan analisa Marxis untuk mengkritisi
kegagalan pembangunan akibat eksploitasi kapitalisme global.
Pada makalah ini, penulis mencoba
untuk menggali lebih jauh ketiga teori tersebut, yaitu Kapitalisme, Sosialisme
dan Teori Ketergantungan. Makalah ini akan mendeskripsikan secara singkat
sejarah ketiga teori, tokoh-tokoh utama dan juga kelebihan serta kekurangannya.
Diharapkan dengan pembahasan tersebut dapat meningkatkan pemahaman kita tentang
Teori Pembangunan, dan mengevaluasi Teori Pembangunan yang tepat bagi Indonesia
sesuai dinamika global saat ini.
B. PEMBAHASAN
1.
Kapitalisme
Dalam
perkembangan sejarahnya, kapitalisme lahir lebih kurang tiga abad sebelum
teori-teori pembangunan muncul. Sehingga, kapitalisme sangat mewarnai
perdebatan tentang teori maupun praktek pembangunan.
Tidak
ada negara yang dapat melepaskan diri dari ekonomi kapitalis yang mendunia.
Kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi dari produksi
untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah
merambah jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya,
bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme, liberalisasi,
dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara produksi atau sistem
ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek kehidupan dan pranata dalam
kehidupan masyarakat, dari hubungan antar negara, bahkan sampai ke tingkat
antar individu. Sehingga kita mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan
kapitalis, tapi juga struktur masyarakat dan bentuk negara kapitalis.
Menurut
Mansour Faqih (2008), sebelum munculnya kapitalisme dengan bungkusnya yang baru
yakni neo-liberalisme, Presiden Amerika
Harry S. Truman memperkenalkan istilah pembangunan atau developmentalisme ketika
ia menerapkan kebijakan politik luar negerinya tahun 1949. Developmentalisme
dijadikan sebagai alat untuk membendung laju sosialisme, di samping itu
developmentalisme juga merupakan siasat baru untuk mengganti format kolonial
yang baru runtuh dan lahir sebagai kepanjangan tangan dari kapitalisme itu
sendiri. Lalu ahli ilmu sosial Amerika menyarankan untuk melakukan penaklukan
ideologi dan teoretis terhadap
negara-negara Dunia Ketiga. Sejak saat itulah para ilmuan sosial sangat
produktif sehingga berhasil menciptakan teori developmentalisme dan
modernisasi. Seperti Rostow tentang teori pertumbuhannya atau growth theory.
Konsep
pembangunan dan modernisasi ini kemudian disebarluaskan dan dianut oleh Dunia
ketiga. Konsep ini merupakan refleksi dari paradigma Barat tentang perubahan
sosial. Jadi sudah jelas, baik istilah pembangunan ataupun neoliberalisme
sama-sama merupakan sebuah proyek tipu muslihat yang diciptakan barat untuk
melanggengkan hegemoninya. Perbedaannya terletak pada modusnya yang lebih
mengutamakan perdagangan bebas untuk mempercepat gerak ekspansinya dan pada
perangkatnya dimana neoliberalisme melalui tangan-tangan korporasi (Multinational Corporation) dan lembaga
keuangan internasional seperti IMF, GATT kemudian berganti WTO dan Bank Dunia.
Kapitalisme
adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi
dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi
pasar. Pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan
sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan
intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan
untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Kapitalisme
muncul karena kelebihan barang produksi dari produsen yang tidak terjual. Produk
yang berlebihan itu dibeli dan dijual oleh para pedagang dengan mengambil
keuntungan. Keuntungan itu ditabung, atau menjadi devisa yang dapat dijadikan
modal untuk membeli barang lagi atau untuk memproduksi barang baru. Kaum
kapitalis itu menjadi sangat berkuasa dan kuat karena memiliki banyak uang yang
sangat berguna untuk membiayai berbagai keperluan penyelenggaraan negara. Pada
abad XVII di Eropa muncul Kapitalisme Komersial karena yang memiliki kapital
adalah pada pedagang.
Dari
Kapitalisme Komersial berkembang menjadi Kapitalisme Industri. Para pemilik
modal tidak hanya membeli barang dari para produsen, tetapi mendirikan pabrik
sendiri dengan harapan mendapatkan keuntungan lebih banyak. Para kapitalis ini
juga menguasai pertanian dan pertambangan. Mereka menanam sendiri bahan mentah
yang diperlukan oleh pabrik, dan menggali sendiri tambang untuk mendapatkan
bahan baku yang diperlukan. Kapitalisme industri ini menguasai semua sektor,
dari penyediaan bahan baku, membuat barang jadi sampai pemasarannya.
Kapitalisme
masih berkembang terus, mereka juga menguasai permodalan. Mereka membuka bank
yang meminjamkan uang dengan bunga kepada orang yang membutuhkan. Bank-bank
besar bermunculan karena minat masyarakat untuk meminjam uang dengan bunga
tinggi sangat besar. Orang yang penghasilannya kecil dapat membeli rumah atau
sepeda motor dengan meminjam uang dari bank. Masyarakat merasa beruntung dengan
kehadiran bank, meskipun mereka harus membayar bunga yang cukup tinggi.
Pada
zaman sekarang telah muncul kapitalisme negara karena yang memiliki kapital
adalah negara. Negara mendirikan perusahaan milik negara, para pekerjanya sebagai
buruh di perusahaan negara itu. Keuntungan dari perusahaan negara menjadi milik
negara dan dapat menunjang pembiayaan negara. Apabila perusahaan negara itu
rugi maka negara yang menanggung kerugian itu. Banyak perusahaan negara di beberapa
negara tidak untung dan merugi terus karena para pekerjanya korupsi atau tidak
serius mengelola perusahaan itu. Perusahaan negara yang tidak efektif menjadi
beban negara. Namun ada alasan untuk mempertahankan perusahaan yang merugi itu,
yaitu untuk menguasai sumber daya alam yang tidak boleh dikuasai oleh swasta.
Ada
bentuk kapitalisme rakyat, yaitu rakyat sebagai pemilik modal dengan membeli
saham di pasar saham. Rakyat dapat membeli saham perusahaan yang sudah diteliti
oleh badan pemerintah, dan dinyatakan bahwa perusahaan itu sehat, dan aman bila
sahamnya dibeli.
Tokoh
Kapitalisme
a. Adam Smith. Ia adalah seorang tokoh ekonomi
kapitalis klasik yang menyerang merkantilisme (ekonomi perdagangan yang
didominasi negara) yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Adam
Smith menentang teori ekonomi perdagangan yang menekankan perlunya negara
memiliki persediaan batangan emas dalam jumlah besar; dan menolak pandangan
physiokrat bahwa tanah merupakan sumber utama dan nilai (Suryono, 2010). Gerakan
produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money, modal-komoditas-uang), yang menjadi suatu hal
yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan
berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah
kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah
hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh
rakyatnya.
b.
David Ricardo menyumbangkan teori ekonomi berupa
“Teori Keunggulan Komparatif”, teori ini memberikan justifikasi yang
benar-benar digunakan oleh setiap ekonom untuk mendukung perdagangan bebas, ia
menjelaskan bagaimana pendapatan nasional didistribusikan di antara upah, laba
dan sewa. Bagaimana distribusi pendapatan berubah dari masa ke masa dan apa
konsekuensi dari perubahan distribusi pendapatan.
Menurut Ricardo bahwa perdagangan tergantung pada
keunggulan komparatifnya, atau efisiensi relatif ketimbang keunggulan absolut
seperti yang dikatakan oleh Adam Smith, tapi bagi Ricardo yang terpenting
adalah memperdagangkan barang produksi yang lebih cepat proses produksinya dan
maksimal secara kuantitasnya melalui spesialisasi, sehingga sesama Negara akan
saling menguntungkan dalam perdagangan.
Selain itu menurut Ricardo bahwa upah kerja tergantung
dari kebutuhan hidup minimumnya agar pekerja atau buruh bisa tetap bertahan
hidup saja dan selalu mengabdikan tenaganya untuk menghasilkan barang produksi.
Ia berpendapat bahwa upah yang diberikan tergantung pada lingkungan para
pekerja ini tinggal, ketika standar umum dalam lingkungannya meningkat maka
upahnya akan dinaikkan sedikit, berbeda dengan Adam Smith yang mendasarkan upah
pada kebutuhan fisik minimum seorang buruh. Menurut Ricardo juga bahwa seorang
kapitalis harus mengambil keuntungan yang banyak setelah memberikan upah
minimum bagi buruh.
Kelebihan Teori
Kapitalisme
a.
Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber
daya dan distribusi barang-barang.
b. Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena
adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
c. Pengawasan politik dan sosial minimal, karena
tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
d. Kapitalisme mendorong terjadinya modernisasi, menciptakan
masyarakat global, dan memacu perkembangan teknologi.
Kritik Terhadap
Kapitalisme
a.
Ekonom Marxis Richard D. Wolff mendalilkan bahwa
ekonomi kapitalis memprioritaskan keuntungan dan akumulasi modal atas kebutuhan
sosial masyarakat, dan perusahaan kapitalis jarang pernah menyertakan pekerja
dalam keputusan-keputusan dasar dari perusahaan.
b. Para penggiat lingkungan berpendapat bahwa
kapitalisme membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, dan bahwa hal
itu pasti akan menguras sumber daya alam terbatas di Bumi. Indikator lingkungan
menunjukkan kerusakan lingkungan besar-besaran sejak akhir 1970-an.
c.
Neoliberalisme atau kapitalisme kontemporer memang
meningkatkan perdagangan global, tapi juga meningkatan kemiskinan global.
Kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan.
d. Banyak agama mengkritik atau menentang
unsur-unsur tertentu dari kapitalisme. Tradisional Yahudi, Kristen, dan Islam
melarang meminjamkan uang dengan bunga.
e. Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada
persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
f. Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber
secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak
memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
g. Paul Omerod dalam buku The Death of Economics (1994) menuliskan bahwa ahli ekonomi
terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki
kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.
Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis
cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.
h. Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar
Vadillo dari Scotlandia yang menulis buku, ”The
Ends of Economics” yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem
moneter kapitalisme. Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap
kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah riba.
i. Kapitalisme telah menimbulkan ketidakadilan
ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya
menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi.
j. Paradigma kapitalisme tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara.
k.
Perdagangan bebas justru mengakibatkan dominasi
dan hubungan interdependensi yang timpang. Karena, negara-negara tidak berada
pada posisi kekuatan ekonomi yang berimbang. Sehingga daya tawar negara dengan
kemampuan ekonomi yang masih lemah, menjadi tidak berharga jika berhadapan
dengan negara yang memiliki kemampuan ekonomi di atas rata-rata. Dan
perdagangan bebas, telah berimplikasi pada penguasaan pasar global di tangan
negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang lebih.
2.
Sosialisme
Sosialisme
adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar
kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur
tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata
kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik,
telekomunikasi, gas, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau
sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan
kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk
menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Sosialisme
adalah pandangan hidup yang berhasrat menguasai sarana-sarana produksi serta
pembagian hasil-hasil produksi secara merata. Sosialisme sebagai ideologi
politik adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang dianggap benar oleh para
pengikutnya mengenai tatanan politik yang mencita-citakan terwujudnya
kesejahteraan masyarakat secara merata melalui jalan evolusi, persuasi,
konstitusional-parlementer, dan tanpa kekerasan.
Ciri
utama sosialisme adalah pemerataan sosial dan penghapusan kemiskinan. Ciri ini
merupakan salah satu faktor pendorong berkembangnya sosialisme. Hal ini
ditandai dengan penentangan terhadap ketimpangan kelas sosial yang terjadi pada
negara feodal.
Istilah
sosialisme atau sosialis dapat mengacu ke beberapa hal yang berhubungan dengan
ideologi atau kelompok ideologi, sistem ekonomi, dan negara. Istilah ini mulai
digunakan sejak awal abad ke-19. Dalam bahasa Inggris, istilah ini digunakan
pertama kali untuk menyebut pengikut Robert Owen pada tahun 1827. Di Perancis,
istilah ini mengacu pada para pengikut doktrin Saint-Simon. Penggunaan istilah
sosialisme sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda-beda oleh
berbagai kelompok, tetapi hampir semua sepakat bahwa istilah ini berawal dari
pergolakan kaum buruh industri dan buruh tani pada abad ke-19 hingga awal abad
ke-20 berdasarkan prinsip solidaritas dan memperjuangkan masyarakat egalitarian
yang dengan sistem ekonomi menurut mereka dapat melayani masyarakat banyak
daripada hanya segelintir elite.
Sistem
ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Semua aspek ekonomi dianggap
sebagai milik bersama, tapi bukan berarti harus dimiliki secara sepenuhnya
secara bersama, semua aspek ekonomi boleh dimiliki secara pribadi
masing-masing, dengan syarat boleh digunakan secara Sosialis, mirip dengan
gotong-royong sebenarnya. Negara yang menganut paham ini antara lain:
Azerbaijan, Tajikistan, Kazakhtan, Guyana, Angola, Kongo, Myanmar, Cina, Kuba,
Vietnam, Korea Utara, Etiopia. Sosialis adalah paham dimana hak milik pribadi
atau properti serta pendistribusian kemakmuran dapat dikontrol secara bersama
atau secara komunitas dan bukan oleh pribadi atau suatu kelompok saja.
Sosialisme
menurut Clapham adalah sebuah ideologi berikut seperangkat praktek
kelembagaannya. Kriteria Negara Sosialis menurut Forbes dan Thrift, yaitu:
a.
Hanya ada satu partai yang berkuasa.
b.
Tujuan bersama dalam konstitusi.
c.
Tingginya kepemilikan Negara dalam industri dan pertanian.
d.
Pertanian secara kolektif.
e.
Kontrol perekonomian terpusat.
Pada
Negara sosialis peran Negara sangat besar, terutama pada produksi dan
perencanaan, dan hampir semua Negara telah memilih untuk jalan langsung menuju
sosialisme tanpa terlebih dahulu mencapai pembangunan kapitalis.
Kelahiran
sosialisme terkait erat dengan keberadaan kapitalisme yang sudah sangat
eksploitatif. Sosialisme menentang kemutlakan milik perseorangan dan menyokong pemakaian
milik tersebut untuk kesejahteraan umum. Perkembangan sosialisme muncul di
daratan Eropa setelah Revolusi Industri, guna menghindari penghisapan ekonomi
oleh segelintir orang (kaum kapitalis). Pelopor sosialisme antara lain Etienne
Cabet, Robert Owen, dan Albert Brisbane.
Dalam
perkembangan lebih lanjut, sosialisme dimanfaatkan secara politis oleh
gerakan-gerakan yang revolusioner. Tokoh-tokohnya yang terkenal adalah Karl
Marx, F. Engels, Lenin, dan Stalin. Paham ini berkembang di Eropa Timur pada
umumnya dan Uni Soviet (sekarang menjadi Rusia). Sosialisme dengan banyaknya
muatan politis berubah bentuk menjadi komunisme.
Antara
sosialisme dan komunisme sebenarnya terdapat kesamaan pandang, yaitu negara
mempunyai hak campur tangan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Hal ini
dilakukan demi tercapainya tujuan negara, yaitu memberikan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya dan merata bagi setiap anggota masyarakat. Sosialisme sifatnya
adalah Utopia atau mimpi atau sekadar teori tanpa tindakan. Sedangkan Komunisme
yang didengungkan oleh Marx adalah Sosialisme yang bertindak dan diwujudkan.
Makanya setelah muncul Komunisme, kaum Sosialis disebut kaum Utopis atau
Pemimpi. Sedangkan Komunisme Karl Marx jelas menyatakan bahwa dengan jalan
revolusi sajalah kaum Proletar (kaum tanpa capital/modal)
dapat merebut sumber-sumber dan faktor-faktor produksi sehingga mengakhiri era
Kapitalisme dan menuju era hidup bersama dalam komunitas kemakmuran bersama.
Komunisme itu pola hidup dan praktek, sedangkan ide dasarnya adalah Sosialisme.
Ada
perbedaan paham tujuan negara antara sosialisme dan komunisme, yaitu sebagai
berikut:
a.
Sosialisme
1) negara
masih mengakui hak milik pribadi atas alat produksi terbatas.
2) untuk
menciptakan kesejahteraan bersama, negara menggunakan cara-cara damai.
3) keberadaan
negara dibutuhkan untuk selama-lamanya.
b.
Komunisme
1) negara
melakukan penghapusan hak milik pribadi atas alat produksi.
2) untuk
menciptakan kesejahteraan bersama secara revolusioner, negara menghalalkan
segala cara.
3) keberadaan
negara hanya untuk sementara waktu diperlukan.
Tokoh Sosialisme
1)
Francois Noel Babeuf (1760-1797)
Babeuf adalah orang yang pertama menyuarakan cita-cita
sosialisme. Babeuf adalah anggota kaum Yakobin (fraksi radikal dalam Revolusi
Perancis 1789). Inti pemikiran Babeuf tentang sosialisme adalah keinginan
mendirikan “republik orang-orang sama” (tanpa kelas). Oleh karena itu Babeuf
menyerukan agar kaum miskin berperang melawan kaum kaya. Babeuf ditangkap dan
dipenggal kepalanya akibat merencanakan konspirasi radikal sosialis tahun 1797.
2)
Claude
Henry Saint Simon (1760-……)
Simon adalah seorang teknokrat Perancis, yang memiliki
pemikiran dan cita-cita terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Simon tidak sepakat jika perwujudan
kesejahteraan masyarakat ditempuh dengan cara perjuangan kelas. Simon percaya
bahwa kemajuan IPTEK akan menyelamatkan kehidupan manusia jika memang
diorganisir secara baik.
3)
Robert Owen (1771-1858)
Owen adalah seorang pengusaha dari Inggris. Inti dari
pemikiran Owen bahwa cara untuk menghilangkan penindasan, kemiskinan dan
kehinaan adalah dengan cara mengefektifkan pendidikan bagi kaum buruh. Dengan
pendidikan, maka kaum buruh akan berdaya dalam mempertahankan hak-haknya.
Selama hidupnya Owen banyak sekali mendirikan organisasi sosial dan pendidikan.
Dalam sepak terjangnya Owen konsisten dalam perjuangan menciptakan
undang-undang yang melindungi kaum buruh, seperti perlindungan pekerja,
pembatasan kerja anak-anak, dan diadakannya inspeksi berkala oleh negara
terhadap pengusaha. Pada tahun 1825 ia mendirikan sebuah pemukiman sosialis di
Amerika Serikat, namun gagal, dan akhirnya kembali ke Inggris.
4)
Charles Fourier (1772-1837)
Fourier adalah seorang Perancis yang tidak sepakat
dengan revolusi. Pendekatannya teknokratis seperti Simon. Menurut Fourier,
kemelaratan dan penghisapan kaum buruh serta krisis-krisis ekonomi merupakan
akibat organisasi kemasyarakatan yang salah. Untuk itu organisasi itu harus
kembali direformasi. Fourier yakin bahwa semua kebutuhan manusia dapat
disesuaikan satu sama lain tanpa adanya konflik asalkan diorganisasikan secara
tepat. Organisasi yang diidealkan Fourier adalah sebuah organisasi yang terdiri
dari komunitas-komunitas harmonis yang disebutnya phalansterium. Yaitu sebuah komunitas
agraris yang kecil dan mandiri, yang hidup dari pertanian dan pertukangan, dan
memproduksi segala kebutuhan mereka sendiri. Setiap phalansterium terdiri dari
1620 anggota dan menguasai 2000 ha tanah. Semua harus hidup dalam satu rumah
besar (seperti rumah panjang Kalimantan).
5)
Etienne Cabet (1788-1856)
Cabet adalah seorang pengacara di Perancis yang
terlibat aktif dalam revolusi Perancis 1789. Cabet mengimpikan sebuah negara
komunis ideal yang dipimpin oleh seorang diktator yang baik hati. Dalam negara
itu masyarakat hidup tentram dan bahagia tanpa ada hak milik pribadi dan uang.
Pertanian dan industri dimiliki bersama. Semua produk pekerjaan diserahkan
kepada negara untuk dibagi secara merata kepada para warga. Orang makan makanan
yang sama, pakaian sama, tempat kediaman sama, seluruhnya sama.
Sosialisme di
Masa Karl Marx
1)
Louis Auguste Blanqui (1805-1881)
Blanqui seorang revolusioner yang aktif memimpin
pemberontakan-pemberontakan kaum buruh di Perancis. Blanqui tidak memiliki
sebuah teori sosialis seperti tokoh-tokoh lainnya. Blanqui lebih banyak
dipandang melalui upayanya yang menyadarkan gerakan sosialis, bahwa revolusi
hanya dapat berhasil apabila ditunjang oleh sebuah organisasi revolusioner. Ide
pemikiran Blanqui ini kelak akan ditiru oleh V.I. Lenin melalui partai
komunisnya sebagai avantgarde (partai
pelopor).
2)
Weitling (1808-1871)
Weitling seorang tukang jahit miskin yang merantau ke
berbagai negara eropa. Gagasan-gagasan sosialisme Weitling lebih berupa
“khotbah” tentang keadilan dan keharusan bagi kaum buruh untuk memberontak
melawan kaum tiran. Ia memakai kutipan-kutipan Injil untuk melawan kaum kaya.
Yesus digambarkannya sebagai seorang komunis yang menyerukan penghancuran
sistem penindasan dan penghisapan dengan memakai kekerasan. Menurut Weitling,
kehidupan manusia akan melalui tiga tahap, tahap pertama zaman emas dimana
belum ada hak milik pribadi, tahap kedua tahap hak milik pribadi, dan tahap
ketiga tahap komunisme dengan cara menghapus hak milik pribadi. Weitling sempat
berteman dengan Marx dan Engel di London Inggris, namun ia tidak sepakat dengan
sosialisme Marx, dan akhirnya pindah dan meninggal di Amerika Serikat.
3)
Pierre Joseph Proudhon (1809-1865)
Proudhon adalah anak seorang petani anggur di
Perancis. Proudhon adalah orang yang tidak sepakat dengan pemikiran Marx.
Baginya komunisme tidak ubahnya dengan kapitalisme yang juga mengancam kebebasan.
Sebab komunisme akan menghilangkan martabat individu dan nilai-nilai kehidupan
keluarga karena telah memaksa rakyat hidup seperti di tangsi. Proudhon
menginginkan dihapusnya hak milik besar yang dianggapnya sebagai hasil
penghisapan. Hanya produsen kecillah yang masih boleh mempunyai hak milik.
Hutang dan bunga atas utang juga harus dihapus, untuk itu perlu didirikan
bank-bank rakyat yang akan memberikan kredit tanpa bunga (di Indonesia seperti
Bank Muammalat). Para produsen kecil saling menukarkan hasil produksi dalam
koperasi sesuai dengan nilai barang yang diproduksinya. Jika hal itu sudah
tercipta, maka negara dan undang-undang sudah tidak diperlukan lagi. Pemikiran
Proudhon ini kemudian akan disempurnakan oleh Bakunin, seorang tokoh anarkisme.
4)
Louis Blanc (1811-1882)
Blanc adalah seorang Perancis yang pernah menjadi
menteri di tahun 1848. Pemikiran Blanc berbanding terbalik dengan Proudhon.
Jika Proudhon tidak memerlukan negara karena adanya kemandirian rakyat melalui
bank rakyat dan koperasi, justru Blanc mengharapkan peran negara agar
mengorganisasikan produksi dan menghilangkan persaingan. Untuk memecahkan
masalah buruh, Blanc mengusulkan agar pemerintah membuka bengkel-bengkel
sosial, yang bertugas memecahkan dan membantu masalah-masalah yang dihadapi
para buruh.
5)
Moses Hess (1812-1875)
Hess anak seorang pedagang Yahudi Jerman. Hess adalah
kawan Marx di koran Rheinesche Zeitung.
Pemikiran sosialisme Hess cenderung religius akibat didikan agama Yahudi yang
diperolehnya selama masa kanak-kanak. Hess berpendapat bahwa umat manusia
sedang masuk dalam tahap baru perkembangannya dimana manusia dan Allah (roh dan
alam) menyatu kembali. Apabila agama-agama kembali ke asal-usul bersama mereka,
umat manusia akan mengalami pembebasan. Komunisme menurut Hess harus dicapai
melalui revolusi sosial. Melalui revolusi ini akan diciptakan perdamaian abadi
umat manusia, masyarakat yang sama dan bebas, yang berdasarkan cinta kasih
persaudaraan.
6)
Mikhail Bakunin (1814-1876)
Bakunin adalah seorang bangsawan Rusia yang sebagaian
besar hidupnya tinggal di Eropa Barat. Bakunin adalah musuh bebuyutan Marx
selama masa Internasionale I. Pemikiran Bakunin yang mewakili kelompok
anarkisme adalah terciptanya masyarakat anarkhia, yaitu suatu masyarakat yang
hidup tanpa adanya kekuasaan memaksa. Oleh karena itu Bakunin menolak segala
macam bentuk negara. Bagi Bakunin, asalkan perekonomian ditata secara adil,
maka lembaga-lembaga yang bersifat memaksa tidak diperlukan lagi.
Sosialisme
Pemikiran Karl Marx
1)
Teori Alienasi (Keterasingan)
Teori keterasingan diawali oleh pandangan Marx tentang
kerja. Kerja pada dasarnya adalah bentuk manifestasi dari jati diri (hakekat)
manusia. Karena itu, maka manusia dalam melakukan pekerjaannya selalu disesuaikan
dengan keinginan, hobi dan angan-angannya. Namun sejak adanya sistem
kapitalisme, kerja sudah bukan lagi merupakan bentuk jati diri manusia,
melainkan hanya sebuah bentuk aktivitas paksaan demi upah.
Akibatnya, manusia harus terasing dari pekerjaannya,
terasing dari hasil kerjanya, dan terasing dari jati dirinya, dan akhirnya pula manusia juga harus terasing
dari manusia lainnya. Menurut Marx, keterasingan ini sebagai akibat pembagian
hak milik pribadi dalam sistem kapitalisme. Akibat hubungan hak milik pribadi
ini juga, majikan akhirnya juga ikut terasingkan karena tidak mampu
mengembangkan jati dirinya sebagai manusia. Majikan hanya secara pasif
menikmati hasil kerja orang lain. Hanya saja, majikan mengalami sudut madu
keterasingan dan buruh mengalami sudut pahitnya.
Awal munculnya hak milik ini menurut Marx berawal dari
sistem pembagian kerja. Pada jaman masyarakat purba pembagian kerja belum
dikenal. Dalam kegiatan mereka masih melakukannya secara bersama-sama. Namun
lambat laun mereka mulai sadar bahwa bekerja tanpa ada pembagian kerja, sama
sekali tidak efisien. Pemikiran Marx ini kemudian dikembangkan dalam teori
perkembangan masyarakat (verelendung).
Dalam teori ini Marx membaginya dalam tiga tahap perkembangan. Tahap pertama
adalah masyarakat purba yang belum mengenal pembagian kerja. Tahap kedua adalah
tahap pembagian kerja (dan sampai saat ini masih terus berlangsung). Tahap
ketiga adalah tahap kebebasan, yaitu apabila hak milik pribadi sudah dihapus.
Pemikiran ini ditempuh melalu pendekatan materialisme sejarah (historis materialism).
2)
Teori Perjuangan Kelas (Klassentrij)
Sistem kapitalisme secara tidak langsung telah
melahirkan tiga kelas dalam masyarakat, yaitu kelas proletar, kelas majikan dan
tuan tanah. Hanya dalam tulisan-tulisan Marx berikutnya, yang paling banyak
diulas adalah dua kelas yaitu proletar dan majikan.
Dua kelas itu menurut Marx secara obyektif mengandung
kontradiksi (berlawanan). Di satu sisi kelas proletar berkepentingan untuk
mendapatkan upah setinggi-tingginya, sisi lainnya kelas majikan berkepentingan
memperoleh laba sebesar-besarnya. Dalam teori ini, kelas buruh selalu berada
dalam posisi yang lemah, karena hidupnya tergantung dari upah majikan. Akibat
posisi yang lemah itu, maka buruh semakin ditindas dengan upah yang ditekan
serendah-rendahnya oleh majikan.
Ketika kontradiksi itu sampai pada klimaksnya, maka
revolusi proletar akan mengambil alih seluruh alat produksi untuk kemudian
dikuasai secara bersama-sama. Prediksi itu bagi Marx adalah suatu keniscayaan
sejarah yang nantinya akan terjadi.
3)
Teori Nilai Lebih (Meewaarde)
Kotradiksi yang terjadi antara buruh dan majikan telah
memberikan akibat-akibat yang merugikan kehidupan kaum buruh karena mereka
memang berada dalam posisi yang dilemahkan. Akibat tindakan majikan yang
menekan upah buruh serendah-rendahnya berakibat tidak sebandingnya nilai kerja
yang dilakukan dengan upah yang diterima kaum buruh. Sehingga secara tidak
langsung, majikan telah merampok hak yang sebenarnya menjadi hak kaum buruh.
Inilah yang dimaksud dengan teori nilai lebih.
4)
Pandangan Marx tentang Negara
Bagi Marx, negara bukanlah lembaga di atas masyarakat
yang mengatur masyarakat tanpa pamrih, melainkan merupakan alat dalam tangan
kelas-kelas atas untuk mengamankan kekuasaan mereka. Jadi negara tidak
bertindak demi kepentingan umum, melainkan demi kepentingan kelas-kelas atas.
Negara bukanlah wasit-wasit netral, melainkan selalu berpihak, berpihak kepada
kelas atas.
Sosialisme Marx
di Mata Revisionis
1)
Vladimir Ilyitz Ulyanov/V.I. Lenin (1870-1924)
Lenin adalah salah seorang tokoh pendiri Uni Sovyet,
sebuah negara komunis yang pertama kali resmi berdiri di dunia melalui revolusi
Oktober (Bolsevik) 1917 melalui penggulingan rejim kekaisaran Tsar. Lenin juga
merupakan pendiri Komintern (Komunis Internasional).
Lenin tidak sepakat dengan Marx bahwa untuk menuju
sosialisme harus menunggu matangnya kapitalisme yang akan memunculkan revolusi
proletar secara alamiah. Bagi Lenin, revolusi tidak harus ditunggu, tapi harus
diusahakan dan direkayasa. Untuk itulah maka Lenin tidak segan menggunakan
kekuatan bersenjata guna mewujudkan revolusi.
Dengan demikian, Lenin mengugurkan pemikiran Marx,
bahwa revolusi tergantung dari proses ekonomi. Bagi Lenin, revolusi hanya
tergantung dari proses politik yang akan dilakukan.
Lenin juga tidak percaya bahwa buruh sanggup memimpin
revolusi, mengingat tingkat pendidikan dan pengetahuan buruh yang rendah. Untuk
itu Lenin perlu mendirikan partai komunis yang akan diisi oleh elite-elite yang
berpengetahuan tinggi yang akan memimpin buruh dalam kediktatoran proletariat.
2)
Karl Kautsky (1854-1938)
Kautsky adalah salah seorang tokoh sayap kiri Partai
Sosial Demokrat Jerman (SPD) yang memiliki pikiran marxisme ortodok. Kautsky
tetap berkeyakinan bahwa revolusi sosialis adalah sebuah keniscayaan sejarah,
sehingga revolusi tidak perlu direkayasa. Untuk itu, Kautsky mengecam tindakan
Lenin dalam Bolsevismenya. Walaupun Trotsky percaya pada kehancuran
kapitalisme, Trotsky tetap tidak sepakat dengan jalan pemikiran Bernstein yang
menempuh jalan sosialisme melalui reformasi. Trotsky tetap menginginkan
perwujudan sosialisme melalui jalan perjuangan kelas.
3)
Eduard Bernstein (1850-1932)
Bernstein adalah tokoh SPD yang menganjurkan partainya
untuk memperjuangkan sosialisme melalui reformasi dan demokrasi. Pandangan
Bernstein ini didasarkan pada pengamatannya yang melihat kapitalisme ternyata
terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam sistemnya, sehingga sulit untuk
diperkirakan ambruk. Oleh karenanya Bernstein tidak menginginkan lagi
perjuangan melalui revolusi, sebab kapitalisme bisa dijinakkan melalui
kompromi-kompromi yang akan terus memperbaiki nasib kaum buruh secara bertahap.
4)
Rosa Luxemburg (1897-1918)
Rosa adalah tokoh SPD yang mengecam Trotsky, Bernstein
dan Lenin. Terhadap Trotsky, Rosa mengkritik bahwa walaupun keruntuhan
kapitalisme adalah suatu keniscayaan, bukan berarti kita harus menunggu dan
bersikap pasif. Justru sikap itu hanya akan melemahkan semangat dan kesadaran
kaum buruh. Untuk itu perjuangan kelas harus terus dijalankan. Perjuangan kelas
yang berlangsung terus menerus itu nantinya akan mematangkan kesadaran kaum
buruh. Sehingga jika suatu saat kapitalisme mulai melemah, maka kaum buruh
telah siap melakukan revolusi.
Rosa juga mengecam Lenin yang menganggap buruh tidak
layak dan tidak mampu menjadi pemimpin revolusi. Rosa menganggap Lenin
berpikiran picik, sebab Lenin mengabaikan perjuangan kelas yang dilakukan
secara terus menerus secara tidak langsung telah mengubah kaum buruh menjadi
manusia yang berpendidikan dan berpengetahuan melalui pengalamannya selama dalam
perjuangan kelas.
Rosa juga mengutuk Bernstein yang demoralisasi yang
mengubah perjuangan revolusi menjadi reformasi. Memang Rosa tidak menolak
perjuangan partai buruh melalui parlemen, namun tujuan di parlemen bukanlah
untuk berkompromi, tapi adalah untuk merebut kekuasaan negara.
5)
Leon Bornstein/Trotsky (1879-1940)
Trotsky adalah tokoh marxis Uni Sovyet pimpinan kaum
Menshevik (minoritas). Pemikiran sosialis khas Trotsky adalah “teori revolusi
permanen”. Teori itu memunculkan satu revolusi yang harus terus-menerus
dilakukan oleh kaum proletariat, walaupun kekuasaan negara telah terambil-alih.
Revolusi permanen Trotsky tidak mengijinkan kaum borjuis demokratik ikut
memimpin jalannya revolusi. Kekuasaan negara harus tetap dipegang kaum
proletariat, dan jangan sampai dipegang kaum borjuis demokratik. Sebab Trotsky
tidak percaya kaum borjuis demokratik mampu menjalankan peran negara mewujudkan
sosialisme (landreform,
nasionalisasi, serta pembebasan negara dari dominasi asing). Ketidak-percayaan
itu didasarkan pada bukti sejarah yang menyatakan bahwa kaum borjuis demokratik
selalu cenderung memilih kompromi dengan kapitalis.
6)
Antonio Gramschi (1891-1937)
Gramsci (1891-1937) adalah seorang tokoh pendiri
Partai Komunis Italia 1921. Pemikiran Gramsci dalam The Prisson Notebook-nya, mensyaratkan bahwa betapa pentingnya
partai komunis beraliansi dengan kekuatan lain dalam proses mencapai revolusi.
Kekuatan lain itu terutama adalah kekuatan yang tidak mencerminkan kelas,
seperti gerakan lingkungan hidup, gerakan perempuan, cendekiawan, mahasiswa dan
lain-lain. Dengan aliansi kekuatan itu, maka akan memudahkan kaum komunis untuk
mencapai kekuasaan. Disamping itu Gramschi juga menyatakan bahwa perlunya
kesadaran sosialis merembes ke hati nurani seluruh rakyat, sebab tanpa itu
perebutan kekuasaan dalam rangka diktator proletariat tidak dapat menghasilkan
komunisme sejati. Gramschi juga menuntut perlunya partai komunis yang berakar
luas di tengah masyarakat sebagai agen perubahan sosial, dan bukannya partai
yang bersifat elitis seperti dalam pandangan Lenin.
7)
Mao Tse Tung (1893-1976)
Mao adalah pemimpin partai komunis China yang berhasil
mendirikan negara komunis di China setelah berperang hampir 38 tahun
(1918-1940) melawan partai nasionalis Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek.
Pemikiran Mao hampir sama mirip dengan Lenin, bahwa revolusi harus dilakukan
melalui perjuangan politik dan kekerasan bersenjata. Mao juga mensyaratkan
bahwa buruh harus dipimpin oleh orang-orang pilihan yang tergabung dalam elite
partai dan militer. Hanya saja perbedaan Mao dengan Lenin terletak dalam
strategi revolusinya. Jika Lenin memusatkan revolusi pada penguasaan kota, Mao
memusatkan revolusi dari desa ke desa. Teori Mao ini kemudian dikenal dengan nama “Desa kepung Kota”.
8)
Austromarxisme
Austromarxisme adalah kumpulan tokoh-tokoh marxisme
yang hidup di Austria dan memberikan kekhasan tersendiri dari marxisme ala
Austria. Tokoh-tokohnya antara lain Otto Bauer, Rudolf Hilferding, Karl Renner,
dan Marx Adler dan Friedrich Adler. Khusus Bauer dan Hilferding, mungkin sudah
tidak asing lagi bagi kita yang sering membaca Di Bawah Bendera Revolusi karena
pemikiran kedua tokoh tersebut sering disitir oleh Sukarno dalam
artikel-artikelnya.
Kaum austomarxisme memanggap marxisime sebagai sebuah
sistem yang terbuka. Mereka juga menolak anggapan bahwa marxisme
mengimplikasikan materialisme dan ateisme. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa
agama mempunyai fungsi positif dalam hidup masyarakat. Bagi mereka, nilai-nilai
marxisme adalah universal. Marxisme bukan milik eksklusif proletarian melainkan
realisasi cita-cita tertinggi manusia. Secara filosofis kaum austromarxis
mendasarkan dirinya pada Immanuel Kant, bukan pada Hegel.
Kelebihan
Sosialisme
1)
Sosialisme merupakan perangkat analisis sosial
yang tajam dalam menggambarkan tatanan berkeadilan, karena tidak ada perbedaan
kelas antara kelas borjuis (pemilik modal dan tuan tanah) dan kelas proletar
(buruh pabrik dan buruh tani).
2)
Disediakannya kebutuhan pokok. Setiap warga
Negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan dan minuman, pakaian,
rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat dan lain-lain. Setiap
individu mendapatkan pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat
fisik dan mental berada dalam pengawasan Negara.
3)
Didasarkan perencanaan Negara. Semua pekerjaan
dilaksanakan berdasarkan perencanaan Negara yang sempurna, di antara produksi
dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan dan kekurangan dalam
produksi seperti yang berlaku dalam sistem Ekonomi Kapitalis tidak akan terjadi.
4)
Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh
Negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk
kepentingan-kepentingan Negara.
Kritik Terhadap
Sosialisme
1)
Sulit melakukan transaksi. Tawar-menawar sangat
sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya
dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak
dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga
ditentukan oleh pemerintah, oleh karena itu stabilitas perekonomian Negara
sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan
ditentukan oleh mekanisme pasar.
2)
Membatasi kebebasan. Sistem tersebut menolak
sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang
menghambatnya dalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini
menunjukkan secara tidak langsung sistem ini terikat kepada sistem ekonomi
diktator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti
mesin.
3)
Mengabaikan pendidikan moral. Dalam sistem ini semua
kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidikan moral
individu diabaikan. Dengan demikian, pencapaian kepuasan kebendaan menjadi
tujuan utama dan nilai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.
4)
Sosialisme tidak memberi implikasi yang positif
terhadap perkembangan dan kemajuan masyarakat. Sosialisme justru berisi
“statisme” bahkan degradasi dan keterbelakangan yang teramat parah. Karena
sosialisme tidak suka dengan persaingan, sosialisme hanya mencintai watak
Kooperatif dan membenci kompetisi. Ini menafikkan watak alamiah manusia yang
sesungguhnya suka perang, persaingan, dan kompetisi. Kehidupan adalah konflik,
dan dalam tiap detailnya, manusia mengaktualisasikan dirinya. Terjadi stagnasi
dan inefisiensi ekonomi serta lemahnya disiplin kerja.
5)
Sosialisme hanyalah suatu paham, suatu cita-cita
yang masih berada di tingkat konsepsi. Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia harus
dibuat operasional dan harus didukung oleh seperangkat institusi dan
mekanisme-mekanisme tertentu. Ini memang bukan hal yang mudah. Tetapi tanpa
itu, ia hanya akan berhenti pada himbauan-himbauan moral atau etis, namun tidak
membawa perubahan apa-apa.
3.
Teori
Ketergantungan
Teori
ketergantungan atau teori dependensi merupakan analisis tandingan terhadap
teori modernisasi. Teori ketergantungan memiliki saran yang radikal karena
teori ini berada dalam paradigma neo-Marxis. Sikap radikal ini analog dengan
perkiraan Marx tentang akan adanya pemberontakan kaum buruh terhadap kaum
majikan dalam sistem industri kapitalisme. Marx mengungkapkan kegagalan
kapitalisme dalam membawa kesejahteraan bagi masyarakat namun sebaliknya
membawa kesengsaraan. Penyebab kegagalan kapitalisme adalah penguasaan akses
terhadap sumber daya dan faktor produksi menyebabkan eksploitasi terhadap kaum
buruh yang tidak memiliki akses. Eksploitasi ini harus dihentikan melalui
proses kesadaran kelas dan perjuangan merebut akses sumber daya dan faktor
produksi untuk menuju tatanan masyarakat tanpa kelas.
Teori
ini lebih menitikberatkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara
Dunia Ketiga. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori ketergantungan
mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi,
politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini mencermati
hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak
berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia
Ketiga.
Teori
ini menganjurkan agar negara berupaya secara terus menerus untuk mengurangi
ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga memungkinkan
tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses dan
pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Perspektif
ketergantungan kontemporer mengungkapkan bentuk dominasi dan ketergantungan
yang berlawanan di antara negara-negara dunia kapitalis. Negara dependen
mungkin berkembang sebagai cerminan ekspansi negara-negara dominan atau
terbelakang sebagai konsekuensi hubungan ketergantungan mereka.
Awal
mula teori ketergantungan (Dependency
Theory) dikembangkan pada akhir tahun 1950-an oleh Raul Presibich (Direktur
Economic Commission for Latin America,
ECLA). Dalam hal ini Raul Presbich dan rekannya bimbang terhadap pertumbuhan
ekonomi di negara-negara maju yang tumbuh pesat, namun tidak serta merta
memberikan perkembangan yang sama kepada pertumbuhan ekonomi di negara-negara
miskin. Bahkan dalam kajiannya mereka mendapati aktivitas ekonomi di
negara-negara yang lebih kaya sering kali membawa kepada masalah-masalah
ekonomi di negara-negara miskin.
Lahirnya
teori dependensi juga merupakan jawaban atas krisis teori Marx ortodoks di
Amerika Latin. Menurut Marxsis ortodoks, Amerika Latin harus melihat tahap
revolusi industri "borjuis" sebelum melampaui revolusi sosialisasi
proletar. Namun demikian revolusi Republik Rakyat Cina (RRC) tahun 1949 dan
Revolusi Kuba pada akhir tahun 1950-an mengajak pada kaum cendikiawan bahwa
negara dunia ketiga tidak harus selalu mengikuti tahap-tahap perkembangan
tersebut. Tertarik pada model pembangunan RRC dan Kuba, banyak intelektual
radikal di Amerika latin berpendapat bahwa negara-negara di Amerika Latin dapat
saja langsung menuju dan berada pada tahapan revolusi sosialis.
Teori
dependensi ini segera menyebar dengan cepat di belahan Amerika Utara pada akhir
tahun 1960-an oleh Andre Gunder Frank, yang kebetulan berada di Amerika Utara
pada tahun 1960-an. Di Amerika Serikat teori ini memperoleh sambutan hangat,
karena kedatangannya hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya kelompok
intelektual muda radikal, yang tumbuh dan berkembang subur pada masa revolusi
kampus di Amerika Serikat, akibat pengaruh kegiatan protes antiperang, gerakan
kebebasan wanita, dan menyebarnya kerusuhan rasial pada pertengahan tahun 1960
yang diikuti oleh inflasi kronis, devaluasi mata uang dollar Amerika dan
perasaan kehilangan kepercayaan diri pada masa awal tahun 1970-an, menyebab
hilangnya kenyakinan landasan moral Teori modernisasi.
Suryono (2004) membagi Teori Ketergantungan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1)
Teori Ketergantungan Struktural
Teori struktural pada umumnya berpangkal pada filsafat
materialisme yang dikembangkan oleh Karl Marx, tetapi Teori Ketergantungan
Struktural justru membantah tesis Marx yang menyatakan bahwa kapitalisme akan
menjadi cara produksi tunggal yang menciptakan proses maupun struktur masyarat
yang sama di semua negara yang ada di dunia ini. Teori Ketergantungan
Struktural berpendapat bahwa kapitalisme yang berkembang di negara-negara yang
menjadi korban imperialisme, tidak sama dengan perkembangan kapitalisme dari
negara-negara imperialisme yang menyentuhnya. Kapitalisme di negara-negara
pinggiran merupakan kapitalisme yang sakit dan sulit berkembang.
Bahkan kemiskinan yang terdapat di negara-negara dunia
ketiga yang mengkhususkan diri pada produksi pertanian adalah akibat dari
struktur perekonomian dunia yang bersifat ekspolitatif (menindas). Dimana yang
kuat melakukan eksploitasi terhadap yang lemah. Maka surplus dari negara-negara
dunia ketiga beralih ke negara-negara industri maju. Perdagangan dunia yang
bebas justru merupakan tempat praktik-praktik eksploitasi ini. Negara-negara
pinggiran yang pra-kapitalis merupakan negara-negara yang tidak dinamis, yang
memakai cara produksi asia yang berlainan dengan cara produksi feodal di Eropa
yang menghasilkan ideologi kapitalisme. Negara-negara pinggiran ini, setelah
disentuh oleh kapitalisme maju, akan bangun dan berkembang mengikuti jejak
negara-negara kapitalisme maju.
Contoh Teori:
a.
Raul Presbish : Industri Subtitusi Import.
b.
Paul Baran : Sentuhan yang mematikan dan
penyakit kerdil (Kretinisme).
2)
Teori Ketergantungan Klasik
Teori ini berasal dari studi-studi empiris tentang
pembangunan di negara-negara pinggiran yang membantah teori ketergantungan
struktural tersebut di atas dan menyatakan bahwa negara-negara pingiran yang
pra-kapitalis mempunyai dinamika sendiri, yang apabila tidak disentuh oleh
negara-negara kapitalisme maju justru akan berkembang secara mandiri dan tidak
terhambat. Contoh Teori:
a.
Andre Gunder Frank : Pembangunan
Keterbelakangan.
b.
Theotonio Dos Santos : Membantah Teori Gunder
Frank.
3)
Teori Pasca Ketergantungan
Teori ini sebenarnya lahir dari kubu kaum Marxis yang
mencoba mengatasi dan mengkritik kelemahan-kelemahan yang ada pada teori
ketergantungan. Misalnya, teori ketergantungan tidak mampu menjawab munculnya
tanda-tanda bahwa negara-negara pinggiran akan menjadi mandiri dan berjalan
dengan cepat dalam melakukan proses industrialisasinya dan mulai mengancam
negara-negara industri maju yang sudah ada. Dimana hal ini sebelumnya dianggap
tidak mungkin. Contoh Teori :
a.
Kritik Teori Liberal.
b.
Kritik Teori Artikulasi.
c.
Kritik Teori Sistem Dunia (Immanuel Wallerstein).
Enam bagian
pokok dari teori dependensi adalah :
1)
Pendekatan Keseluruhan Melalui Pendekatan Kasus.
Gejala ketergantungan dianalisis dengan pendekatan keseluruhan yang memberi
tekanan pada sisitem dunia. Ketergantungan adalah akibat proses kapitalisme
global, dimana negara pinggiran hanya sebagai pelengkap. Keseluruhan dinamika
dan mekanisme kapitalis dunia menjadi perhatian pendekatan ini.
2)
Pakar Eksternal Melawan Internal. Para pengikut
teori ketergantungan tidak sependapat dalam penekanan terhadap dua faktor ini,
ada yang beranggapan bahwa faktor eksternal lebih ditekankan, seperti Frank Des
Santos. Sebaliknya ada yang menekankan faktor internal yang
mempengaruhi/menyebabkan ketergantungan, seperti Cordosa dan Faletto.
3)
Analisis Ekonomi Melawan Analisi Sosiopolitik.
Raul Prebisch memulainya dengan memakai analisis ekonomi dan penyelesaian yang
ditawarkanya juga bersifat ekonomi. Andre Gunder Frank seorang ekonom, dalam
analisisnya memakai disiplin ilmu sosial lainya, terutama sosiologi dan
politik. Dengan demikian teori ketergantungan dimulai sebagai masalah ekonomi
kemudian berkembang menjadi analisis sosial politik dimana analisis ekonomi
hanya merupakan bagian dan pendekatan yang multi dan interdisipliner, analisis
sosiopolitik menekankan analisa kelas, kelompok sosial dan peran pemerintah di
negara pinggiran.
4)
Kontradiksi Sektoral/Regional Melawan
Kontradiksi Kelas. Salah satu kelompok penganut ketergantungan sangat
menekankan analisis tentang hubungan negara-negara pusat dengan pinggiran ini
merupakan analisis yang memakai kontradiksi regional. Tokohnya adalah Andre
Gunder Frank. Sedangkan kelompok lainya menekankan analisis klas, seperti
Cardoso.
5)
Keterbelakangan Melawan Pembangunan. Teori
ketergantungan sering disamakan dengan teori tentang keterbelakangan dunia
ketiga. Seperti dinyatakan oleh Frank. Para pemikir teori ketergantungan yang
lain seperti Dos Santos, Cardoso, Evans menyatakan bahwa ketergantungan dan
pembangunan bisa berjalan seiring. Yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat
dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan.
6)
Voluntarisme Melawan Determinisme. Penganut
Marxis Klasik melihat perkembangan sejarah sebagai suatu yang deterministic. Masyarakat akan
berkembang sesuai tahapan dari feodalisme ke kapitalisme dan akan kepada
sosialisme. Penganut Neo Marxis seperti Frank kemudian mengubahnya melalui
teori ketergantungan. Menurutnya kapitalisme negara-negara pusat berbeda dengan
kapitalisme negara pinggiran. Kapitalisme negara pinggiran adalah keterbelakangan
karena itu perlu diubah menjadi negara sosialis melalui sebuah revolusi. Dalam
hal ini Frank adalah penganut teori voluntaristik.
Tokoh Teori
Ketergantungan
a.
Raul Prebisch. Prebisch mengkritik keusangan
konsep pembagian kerja secara internasional yaitu Internasional Division of Labor (IDL). IDL lah menurut Presbich
yang menjadi sebab utama munculnya masalah pembangunan di Amerika Latin. Adanya
teori pembagian kerja secara internasional (IDL), yang didasarkan pada teori
keunggulan komparatif, membuat negara-negara di dunia melakukan spesialisasi
produksinya. Oleh karena itu, negara-negara di dunia terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu negara-negara center/pusat
yang menghasilkan barang industri dan negara-negara pheriphery/pinggiran yang memproduksi hasil-hasil pertanian. Keduanya
saling melakukan perdagangan, dan menurut teori ini, seharusnya menunjukan hal
yang sebaliknya. Negara-negara center yang melakukan spesilisasi pada industri
menjadi kaya, sedangkan negara pinggirian (pheriphery)
tetap saja miskin. Padahal seharusnya kedua negara sama kaya karena perdagangannya
saling menguntungkan. Analisis Raul Prebisch terhadap kemiskinan negara
pingiran:
1)
Terjadi penurunan nilai tukar komoditi pertanian
terhadap komoditi barang industri. Barang industri semakin mahal dibanding
hasil pertanian, akibatnya terjadi defisit pada neraca perdagangan negara
pertanian bila berdagang dengan negara industri.
2)
Negara-negara industri sering melakukan proteksi
terhadap hasil pertanian mereka sendiri, sehingga sulit bagi negara pertanian
untuk mengekspor ke sana (memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke pusat).
3)
Kebutuhan akan bahan mentah dapat dikurangi
dengan penemuan teknologi lama yang bisa membuat bahan mentah sintetis,
akibatnya memperkecil jumlah ekspor negara pinggiran ke negara pusat.
4)
Kemakmuran meningkat di negara industri
menyebabkan kuatnya politik kaum buruh. Sehingga upah buruh meningkat dan akan
menaikan harga jual barang industri, sementara harga barang hasil pertanian
relatif tetap.
Solusi yang
ditawarkan Raul Prebisch : Presbich berpendapat negara-negara yang terbelakang
harus melakukan industrialisasi, bila mau membangun dirinya, industrialisasi
ini dimulai dengan Industri Substitusi Impor (ISI). ISI dilakukan dengan cara
memproduksi sendiri kebutuhan barang-barang industri yang tadinya di impor
untuk mengurangi bahkan menghilangkan penyedian devisa negara untuk membayar
impor barang tersebut. Pemerintah berperan untuk memberikan proteksi terhadap
industri baru. Ekspor bahan mentah tetap dilakukan untuk membeli barang-barang
modal (mesin-mesin industri), yang diharapkan dapat mempercepat indrustrialisasi
dan pertumbuhan ekonomi. Bagi Presbich campur tangan pemerintah merupakan
sesuatu yang sangat penting untuk membebaskan negara-negara pinggiran dari
rantai keterbelakangannya.
b.
Paul Baran. Paul Baran adalah seorang pemikir
Marxisme yang menolak pandangan Marx tentang pembangunan di negara-negara dunia
ketiga. Bila Marx mengatakan bahwa sentuhan negara-negara kapitalis maju kepada
negara-negara pra-kapitalis yang terbelakang akan membangunkan negara-negara
yang terakhir ini untuk berkembang, seperti negara-negara kapitalis di Eropa. Baran
berpendapat lain, baginya, sentuhan ini akan mengakibatkan negara-negara
kapitalis tersebut terhambat kemajuannya dan akan terus hidup dalam
keterbelakangan. Dengan pendapatnya yang berbeda dengan Marx, Baran menyatakan
bahwa perkembangan kapitalisme di negara-negara pinggiran, berbeda dengan
perkembangan kapitalisme di negara-negara pusat. Di negara pinggiran sistem
kapitalisme seperti terkena penyakit kretinisme. Orang yang dihinggapi penyakit
ini tetap kerdil dan tidak bisa besar. Menurut Baran, kapitalisme di
negara-negara pusat bisa berkembang karena adanya tiga prasyarat:
1)
Meningkatnya produksi diikuti dengan tercabutnya
masarakat petani di pedesaan.
2)
Meningkatnya produksi komoditi dan terjadinya pembagian
kerja mengakibatkan sebagian orang menjadi buruh yang menjual tenaga kerjanya
sehingga sulit menjadi kaya, dan sebagian lagi menjadi majikan yang bisa
mengumpulkan harta.
3)
Mengumpulnya harta di tangan para pedagang dan
tuan tanah
c.
Andre Gunder Frank—seorang ekonom
Amerika—melihat bahwa peluang terjadinya kebaikan manfaat pada negara-negara
pinggiran dari hasil hubungan ketergantungan itu sangatlah mustahil. Baginya
hasil yang akan tercipta hanyalah sebuah pembangunan keterbelakangan (development of underdevelopment). Frank
dalam teorinya mengembangkan kembali konsep Prebisch tentang negara-negara
pusat dan pinggiran yang disebutnya dengan negara metropolis dan negara
satelit. Namun jika Prebisch lebih melihat pada faktor ekonomi, Frank lebih berbicara
tentang aspek politik, yaitu hubungan politis antara modal asing dengan
kelas-kelas di negara-negara satelit.
Menurut Frank ada tiga komponen utama yaitu modal
asing, pemerintahan lokal di negara-negara satelit, dan kaum borjuasi.
Pembangunan hanya terjadi di kalangan mereka dan rakyat hanya menjadi tenaga
upahan dan selalu dalam posisi dirugikan. Maka kemudian ciri-ciri yang timbul
dari hubungan antara ketiganya adalah kehidupan ekonomi yang tergantung,
terjadinya kerjasama antara modal asing dengan kelas-kelas penguasa lokal serta
terjadinya ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin di negara-negara
satelit. Keuntungan dari berhubungannya tiga komponen di atas tidak akan pernah
menetes ke bawah, seperti yang diperkirakan oleh teori penetasan ke bawah atau trickle down effect. Akhirnya menurut
Frank ketergantungan hanya akan bisa diatasi melalui revolusi yang langsung
melahirkan sosialisme, berbeda dengan revolusi yang dikemukakan oleh Marx.
d.
Theotonia Dos Santos. Dos Santos memberikan
garis besar tipe ketergantungan. Ketergantungan kolonial mencirikan hubungan
antara negara Eropa dengan koloninya dimana monopoli perdagangan dilengkapi
oleh monopoli tanah, Pertambangan dan tenaga kerja dinegara koloni.
Ketergantungan industri keuangan mewujudkan dirinya di penghujung abad
kesembilanbelas dengan disatu sisi didominsai oleh pusat hegemoni dan disisi
lain investasi modal koloni batas luar untuk memperoleh bahan mentah dan
produksi pertanian yang pada giirannya akan dikonsumsi oleh pusat. Teori ini memahami
pembangunan industri bergantung pada ekspor yang mendatangkan mata uang untuk
membeli barang-barang modal impor. Ekspor biasanya terikat dengan sektor
ekonomi tradisional yang dikontrol kaum borjuis pemilik tanah dan pada
gilirannya terkait dengan modal asing. Teori ketergantungan baru mencoba
menunjukkan bahwa hubungan negara dependen dengan negara dominan tidak dapat
diubah dengan adanya perubahan dalam sruktur internal dan hubungan
eksternalnya. Selanjutnya struktur ketergantungan bertambah membawa negara
dependen pada keterbelakangan dan memperburuk permasalahan masyarakat ketika
negara tersebut mengikuti suatu struktur dan internasional yang dipengaruhi
secara kuat oleh peran perusahaan multinasional maupun pasar komoditas dan
modal internasional.
Dos Santos menguraikan ada 3 bentuk ketergantungan:
1)
Ketergantungan Kolonial:
a)
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara
pinggiran.
b)
Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang
yang dibutuhkan negara pusat.
c)
Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif
negara pusat.
d)
Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung
maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
2)
Ketergantungan Finansial-Industrial
a)
Tidak ada dominasi politik dalam bentuk
penjajahan. Negara pinggiran merdeka tetapi kekuatan finansialnya masih
dikuasai oleh negara-negara pusat.
b)
Ekspor masih berupa barang – barang yang
dibutuhkan negara pusat.
c)
Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung
maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
3)
Ketergantungan Teknologis-Industrial
a)
Bentuk ketergantungan baru.
b)
Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi
berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
c)
Perusahaan multinasional mulai menanamkan
modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
e.
Immanuel Wallerstein. Berdasarkan kegiatan
produksinya, sistem dunia dapat digolongkan menjadi tiga entitas, yaitu mini-system, world empire dan world economy. Sistem paling dasar
adalah mini-system dimana kegiatan
produksi hanya berdasarkan perburuan dan agrikultur tradisional. Sistem kedua, world empire, produk agrikultur
digunakan sebagai komoditas utama untuk penyelenggaraan birokrasi dan militer.
Sistem terakhir, the world economy,
adalah sistem ekonomi dunia yang kapitalis dimana produksi yang dilakukan bertujuan
untuk menciptakan keuntungan.
Sistem dunia ekonomi ini kemudian memunculkan bentuk
hubungan negara dalam sistem dunia yang terbagi dalam negara core, semi-periphery dan periphery. Negara core yaitu negara yang memegang dominasi produksi adalah yang
paling banyak mendapat keuntungan dari kapitalisme, berbeda dengan negara periphery yang dapat dikatakan menjadi
objek eksploitasi pasar negara core.
Kondisi ini kemudian memunculkan semi-
periphery sebagai stabilitator (buffer
zone) antara negara core dan
negara periphery.
Kritik Terhadap
Teori Dependensi
a.
Teori depedensi bukan merupakan karya ilmiah,
melainkan lebih merupakan pamflet politik dan hanya didefinisikan sebagai
konsep dikotomi.
b.
Teori depedensi telah secara berlebihan
menekankan pentingnya pengaruh faktor eksternal, dengan hampir melupakan
dinamika internal, misalnya peranan sosial dan negara. Analisa perebutan
kekuasaan politik juga tidak ditemukan dalam kategori teoritis. Hal ini terjadi
karena teori depedensi menganggap bahwa kaum industralis di negara dunia ketiga
hanya merupakan borjuasi gembel (lumpen
bourgeoisie) yang tergantung pada modal asing. Disisi lain teori dependensi
menganggap pemerintah sebagai komite administrasi dari modal asing dan
negara-negara imperialis.
c.
Teori depedensi berpendapat bahwa selama
hubungan pertukaran yang tidak seimbang ini tetap bertahan sebagai landasan
hubungan internasional, maka ketergantungan dan keterbelakangan negara dunia
ketiga tetap tidak terselesaikan. Dalam hal ini para kritikus berada pada posisi
sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa ketergantungan dan pembangunan dapat saja
terwujud secara bersama, dan bahkan lebih dari itu, mereka mengatakan bahwa
situasi ketergantungan tidak harus membawa keterbelakangan. Para pengkritik
juga menganggap bahwa rumusan kebijaksanaan yang diajukan oleh teori depedensi
tidak dapat menjelaskan secara detail dan jelas bagaimana negara dunia ketiga
itu bertindak.
d.
Teori ini dianggap terlalu mendramatisir keadaan
dan dilebih-lebihkan (hiperbola), sehingga tercipta suatu image seakan-akan terjadi ketergantungan antara negara yang kuat (leading sectors) dengan negara yang
miskin (legging sectors).
e.
Kaum dependensia telah memutarbalik
(mendistorsikan) sejarah, terutama yang menyangkut hubungan historis antara
negara-negara maju dengan negara-negara berkembang.
f.
Pandangan kaum dependensia tentang kontradiksi
yang fundamental di dunia antara Pusat (centrum)
dan Periferi (negara pinggiran) ternyata tidak berhasil memperhitungkan
struktur-struktur klas produksi di periferi yang menghambat terbentuknya tenaga
produktif.
g.
Teori dependensia cenderung untuk berfokus pada
masalah pusat dan modal internasional karena kedua hal itu dipersalahkan
sebagai penyebab kemiskinan dan keterbelakangan, ketimbang masalah pembentukan
klas-klas lokal.
h.
Teori dependensia telah gagal dalam membedakan
antara kapitalis dengan feodalis, atau bentuk-bentuk pengendalian produser masa
pra-kapitalis lainnya, dan perampasan keuntungan (appropriasi surplus).
i.
Teori dependensia mengabaikan produktivitas
tenaga kerja sebagai titik sentral dalam pembangunan ekonomi nasional, dan
meletakkan tenaga penggerak (motor force)
dari pembangunan kapitalis dan masalah keterbelakangan pada transfer surplus
ekonomi pusat ke periferi.
j.
Teori dependensia juga dinilai menggalakkan
suatu ideologi berorientasi kedunia ketiga yang meruntuhkan karakter dan
potensi solidaritas klas internasional dengan menyatukan semuanya sebagai
“musuh”, yakni baik elit maupun massa yang berada di bangsa-bangsa Pusat
(negara centrum).
k.
Teori dependensia dinilai statis, karena ia
tidak mampu menjelaskan dan memperhitungkan perubahan-perubahan ekonomi di
negara-negara terbelakang menurut waktu dan perubahannya.
C. PENUTUP
Kapitalisme adalah sistem ekonomi
di mana perdagangan, industri dan alat-alat produksi dikendalikan oleh swasta
dengan tujuan membuat keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal bisa
melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan pemerintah
tidak dapat melakukan intervensi pasar.
Sedangkan Sosialisme adalah suatu sistem
perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang
untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah.
Dalam sistem ekonomi sosialisme, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan
penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur
berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat.
Kemudian lahir Teori ketergantungan
yang mewakili “suara negara-negara pinggiran” untuk menantang hegemoni ekonomi,
politik, budaya, dan intelektual dari negara maju. Teori ini mencermati
hubungan dan keterkaitan negara Dunia Ketiga, sebagai negara periphery, dengan negara core di Barat sebagai hubungan yang tak
berimbang dan karenanya hanya menghasilkan akibat yang akan merugikan Dunia
Ketiga. Teori ini menganjurkan agar negara berupaya secara terus menerus untuk
mengurangi ketergantungan negara pinggiran dengan negara sentral, sehingga
memungkinkan tercapainya pembangunan yang dinamis dan otonom, sekalipun proses
dan pencapaian tujuan ini mungkin memerlukan revolusi sosialis.
Dapat disimpulkan bahwa
perkembangan teori pembangunan mengikuti Dialektika Hegel, yaitu tesis, antitesis
dan sintesis. Kemunculan kapitalisme merupakan suatu tesis dan sosialisme
adalah antitesisnya. Sosialisme merupakan kritik terhadap eksploitasi yang
dilakukan oleh kapitalisme.
Teori ketergantungan yang bertolak
dari analisa Marxis juga merupakan antitesis terhadap kapitalisme global. Teori ini mengangkat kritik terhadap
kapitalisme dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara
(sentral dan pinggiran), dengan analisis
utama yang sama yaitu eksploitasi. Demikian halnya dengan teori sistem
dunia yang didasari teori dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan
satuan analisis dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi
kapitalis.
Keberhasilan China menggabungkan
Sosialisme dengan Kapitalisme mungkin bisa menjadi jalan tengah dari
pertarungan antara kedua teori tersebut. Diperlukan kajian yang lebih
sistematis, cermat dan komprehensif untuk menghasilkan sintesis berupa teori
pembangunan yang menggabungkan kelebihan kedua teori tersebut dan mengeliminir
kelemahannya, agar bisa digunakan oleh negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, di era globalisasi saat ini.
D. REFERENSI
Fakih, Mansour. 2001. Runtuhnya
Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Penerbit Insist
Press.
http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/02/teori-pembangunan-berdasarkan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme
https://ajichrw.wordpress.com/2009/07/21/studi-perbandingan-teori-dan-sistem-kesejarahan-sosialisme/
https://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisme
Suryono, Agus. 2004. Pengantar Teori Pembangunan. Malang: Penerbit Universitas Negeri
Malang.
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-Dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar