Selasa, 07 Februari 2017

Pengukuran Kinerja dan Manajemen Kinerja pada Organisasi Sektor Publik

Pengukuran Kinerja dan Manajemen Kinerja 
pada Organisasi Sektor Publik


Kinerja organisasi merupakan cermin keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam pelaksanaan suatu program, kegiatan atau kebijakan untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi. Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu organisasi maka diperlukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja ini merupakan salah satu ciri utama dari New Public Management yang menekankan pentingnya standar kinerja dan ukuran kinerja, serta penekanan yang lebih besar pada pengendalian output dan outcome.
Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur kinerja melalui hasil-hasil yang ditampilkan baik berupa produk, jasa maupun suatu proses. Organisasi swasta menggunakan laba sebagai ukuran kinerjanya, dan organisasi publik lebih memusatkan perhatian pada peningkatan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hal ini menyebabkan kinerja organisasi sektor publik bersifat multidimensional dan kompleks,  sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif.
Seperti dikemukakan oleh Johnson dan Kaplan (1991) dalam McAdam et al (2002 : 582), bahwa rentang pengukuran yang digunakan dalam organisasi sektor publik harus mencakup finansial dan non-finansial. Hal ini ditegaskan oleh Mahsun (2009:38) yang mengatakan bahwa sistem pengukuran kinerja merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-finansial.
Meskipun ada begitu banyak bingkai kerja (frameworks) yang berbeda, menurut Liu et al (2012), ada beberapa komponen penting dalam pengukuran kinerja, yaitu: mengidentifikasi tujuan kunci organisasi; memformulasi dan mengimplementasikan strategi dan rencana, serta pengukuran kinerja yang terkait; menetapkan target kinerja; menciptakan sistem reward yang relevan untuk mencapai target kinerja; dan memastikan arus informasi yang tepat untuk memonitor dan mendukung pembelajaran.
Bruijn (2002:580-581) mengemukakan berbagai dampak positif pengukuran kinerja organisasi publik yang membawa implikasi pada penguatan manajemen strategis, yaitu: 1) pengukuran kinerja membawa ke arah transparansi; 2) pengukuran kinerja adalah insentif bagi output; dan 3) pengukuran kinerja merupakan cara yang elegan untuk menciptakan akuntabilitas.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai pencapaian suatu strategi (Mardiasmo, 2004). Tapinos et al (2005) dalam Mittal (2015) melakukan pengamatan secara empirik bahwa terdapat pengaruh yang lebih besar dari manajemen kinerja terhadap proses perencanaan strategis di organisasi yang beroperasi dalam lingkungan yang berubah dengan cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keterkaitan perencanaan strategis dan pengukuran kinerja sangat erat.
Namun masih banyak permasalahan yang dihadapi organisasi sektor publik dalam perencanaan strategis dan pengukuran kinerja,  di antaranya adalah: 1) mayoritas organisasi publik menghabiskan sedikit waktu untuk memperjelas dan menyepakati strategi; 2) Sebagian besar organisasi publik menghabiskan terlalu banyak waktu untuk mengukur sesuatu yang mudah diukur; 3) Organisasi publik tidak memberikan usaha yang cukup untuk memastikan data kinerja dapat menjadi gagasan yang berarti dan pembelajaran (Bernard Marr, 2008).
Selain permasalahan tersebut di atas, Mahsun (2009 : 22), mengemukakan beberapa kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik antara lain: 1) Kinerja organisasi sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio keuangan, karena tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba; 2) Output  berupa pelayanan biasanya bersifat kualitatif, intangible dan indirect sehingga sulit diukur; 3) Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary cost center) karena sulitnya menetapkan standar sebagai tolok ukur produktivitas; 4) Tidak beroperasi berdasarkan market forces sehingga tidak ada pembanding yang independen dan memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar dalam mengukur kinerja; 5) Mengukur kepuasan masyarakat yang heterogen dari jasa pelayanan organisasi sektor publik tidak mudah dilakukan.
Smith (1993) dalam Bruijn (2002: 579) menambahkan, kinerja pemerintahan sulit untuk diukur disebabkan outcome sebagai dampak akhir sangat tergantung pada banyak faktor. Misalnya jangka waktu pencapaian dengan dampak yang timbul mungkin terlalu lama. Sehingga yang dapat diukur adalah dampak yang langsung (output). Inilah mengapa banyak sistem pengukuran kinerja memusatkan perhatian pada output.
Sistem pengukuran kinerja yang terpusat pada output tidak menjadi masalah, selama output tersebut memberikan kontribusi bagi pencapaian outcome. Tetapi apabila sistem pengukuran kinerja terpusat pada output hanya karena mudah diukur dan mengabaikan pencapaian outcome, maka hal tersebut akan memberikan dampak buruk bagi kinerja organisasi.
Pengukuran kinerja merupakan bagian dari manajemen kinerja, namun banyak organisasi publik yang melakuan pendekatan manajemen kinerja dengan penekanan pada mengumpulkan dan melaporkan data, sehingga tidak memberikan tambahan wawasan untuk pembelajaran dan peningkatan kinerja. Pengukuran kinerja yang sangat mekanistik dan terfokus pada angka tersebut menyebabkan organisasi tidak bisa melakukan peningkatan kinerja seperti yang diharapkan (Marr, 2008).
Pengertian manajemen kinerja dalam Performance Management Handbook Departemen Energi Amerika Serikat yang dikutip oleh Mahmudi (2010), yaitu suatu pendekatan sistemik untuk memperbaiki kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran strategik; mengukur kinerja; mengumpulkan; menganalisis; menelaah; dan melaporkan data kinerja; serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja.
Perbedaan utama antara pengukuran kinerja dengan manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja terkait dengan masa lalu, sedangkan manajemen kinerja  meramalkan (extrapolate) data untuk memberikan informasi tentang masa depan (Lebas, 1995 dalam Fryer, et al, 2009).
Berbagai literatur mengidentifikasi ciri utama dari sistem manajemen kinerja yang berhasil, yaitu: 1) menyelaraskan sistem manajemen kinerja dengan sistem dan strategi yang ada pada organisasi; 2) komitmen dari pimpinan; 3) sebuah budaya yang dilihat sebagai cara untuk meningkatkan dan mengidentifikasi kinerja yang baik, bukan sebagai beban yang digunakan untuk menghukum orang yang kinerjanya rendah; 4) keterlibatan stakeholder; dan 5) monitoring, umpang balik, diseminasi dan pembelajaran dari hasil yang kontinyu (Fryer, et al, 2009).
Menurut Neely dan Bourne (2000) dalam Pun dan White (2005), ada dua alasan mengapa inisiatif pengukuran kinerja gagal. Pertama adalah sistem pengukuran kinerja tersebut tidak dirancang dengan baik.  Kedua adalah sistem pengukuran kinerja tersebut sulit untuk diimplementasikan.
Sedangkan Fryer et al (2009) menyatakan bahwa ada tiga masalah utama pada sistem manajemen kinerja, yaitu (1) teknis (technical); (2) sistem (systems); dan (3) keterlibatan (involvement). Masalah teknis terkait dengan indikator dan data, pengumpulannya, interpretasi dan analisis. Hal ini didominasi oleh masalah  “keras” (“hard”) dan terutama pada kualitas data, pemilihan indikator, validasi, pelaporan dan pengunaan, serta interpretasi. Masalah sistem merujuk pada isu yang lebih besar, yaitu integrasi sistem kinerja dengan sistem yang ada (existing systems), kurangnya fokus strategis yang mendorong pandangan jangka pendek, ambiguitas pada tujuan kinerja, sub-optimisasi dan biaya manajemen kinerja.
Masalah ketiga mencakup masalah yang “lunak” (“softer”), masalah manusia dan lingkungan mereka dalam sistem manajemen kinerja, antara lain kurangnya keterlibatan pelanggan, kecurangan/permainan (gaming) dan kurangnya keterlibatan dari seluruh organisasi, termasuk dukungan yang kurang dari manajemen tingkat yang lebih tinggi atau para pembuat keputusan. Ketiga permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan konvensional yang fragmantis, dan dibutuhkan pendekatan sistem yang holistik.
Sistem manajemen kinerja akan lebih efektif dalam jangka panjang jika diselaraskan dengan strategi dan didorong oleh proses manajemen strategi. Sehingga, bentuk sistem pengukuran/manajemen kinerja yang dipilih akan sangat tergantung pada bentuk dan isi dari strategi. Perencanaan dan manajemen strategis memberikan sebuah bingkai penting bagi manajemen kinerja yang efektif, manajemen kinerja itu sendiri terkadang dapat memperkaya perencanaan strategis dengan memperjelas strategi (Moynihan, 2008 dalam Poister, 2010).

Referensi:
Bruijn, Hans de. 2002. “Performance Measurement in The Public Sector: Strategies to Cope with  The Risks of  Performance  Measurement”. The International Journal of Public Sector Management. © MCB Up Limited,0951-3558 DOI 10.11081 095135 5021044.

Fryer, Karen. Jiju Antony. Susan Ogden. 2009. "Performance Management in The Public Sector", International Journal of Public Sector Management, Vol. 22 Iss 6 pp. 478 – 498.

Liu, Wenbin B., Wei Meng, John Mingers, Ning Tang, Wei Wang. 2012. “Developing A Performance Management System Using Soft Systems Methodology: A Chinese Case Study”, European Journal of Operational Research 223 (2012) 529–54.

MacAdam, et. al., 2002. “Sustaining Quality in the UK Public Sector. Quality Measurements Framework”. In International Journal of Quality & Reliability Management. Vol. 19. No. 5, 2002. pp. 581-595.

Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mahsun, Mohamad, 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Mardiasmo, 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Marr, Bernard. 2005. Strategic Performance Management, Levering and Measuring Your Intangible Value Driver, Elsevier Ltd, Oxford: UK.

____________. 2008. Managing and Delivering Performance, Elsevier Ltd, Oxford: UK.

Mittal, Mohammad Akhtar Raj Kumar. 2015. "Implementation Issues and Their Impact on Strategic Performance Management System Effectiveness – An Empirical Study of Indian Oil Industry", Measuring Business Excellence, Vol. 19 Iss 2 pp. 71 – 82.

Poister, Theodore H. 2010. “The Future of Strategic Planning in the Public Sector: Linking Strategic Management and Performance”. Public Administration Review, Dec 2010; 70, S1; pg. S246 –S254. International Bibliography of the Social Sciences (IBSS).

Pun, Kit Fai dan Anthony Sydney White. 2005. “A Performance Measurement Paradigm for Integrating Strategy Formulation: A Review of Systems and Frameworks”. International Journal of Management Reviews. Vol. 7 Issue 1, pp. 49-71.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar