Pengukuran
Kinerja dan Manajemen Kinerja
pada Organisasi Sektor Publik
Kinerja
organisasi merupakan cermin keberhasilan atau kegagalan organisasi dalam
pelaksanaan suatu program, kegiatan atau kebijakan untuk mewujudkan visi, misi,
tujuan dan sasaran organisasi. Untuk mengetahui tingkat kinerja suatu
organisasi maka diperlukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja ini merupakan
salah satu ciri utama dari New Public
Management yang menekankan pentingnya standar kinerja dan ukuran kinerja,
serta penekanan yang lebih besar pada pengendalian output dan outcome.
Pengukuran
kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur kinerja melalui hasil-hasil yang
ditampilkan baik berupa produk, jasa maupun suatu proses. Organisasi swasta
menggunakan laba sebagai ukuran kinerjanya, dan organisasi publik lebih
memusatkan perhatian pada peningkatan pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hal
ini menyebabkan kinerja organisasi sektor publik bersifat multidimensional dan
kompleks, sehingga tidak ada indikator
tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif.
Seperti
dikemukakan oleh Johnson dan Kaplan (1991) dalam McAdam et al (2002 : 582), bahwa rentang pengukuran yang digunakan dalam
organisasi sektor publik harus mencakup finansial dan non-finansial. Hal ini
ditegaskan oleh Mahsun (2009:38) yang mengatakan bahwa sistem pengukuran
kinerja merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik
menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan
non-finansial.
Meskipun
ada begitu banyak bingkai kerja (frameworks)
yang berbeda, menurut Liu et al (2012),
ada beberapa komponen penting dalam pengukuran kinerja, yaitu: mengidentifikasi
tujuan kunci organisasi; memformulasi dan mengimplementasikan strategi dan
rencana, serta pengukuran kinerja yang terkait; menetapkan target kinerja;
menciptakan sistem reward yang
relevan untuk mencapai target kinerja; dan memastikan arus informasi yang tepat
untuk memonitor dan mendukung pembelajaran.
Bruijn
(2002:580-581) mengemukakan berbagai dampak positif pengukuran kinerja
organisasi publik yang membawa implikasi pada penguatan manajemen strategis,
yaitu: 1) pengukuran kinerja membawa ke arah transparansi; 2) pengukuran
kinerja adalah insentif bagi output;
dan 3) pengukuran kinerja merupakan cara yang elegan untuk menciptakan
akuntabilitas.
Sistem pengukuran kinerja sektor publik
adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer sektor publik menilai
pencapaian suatu strategi (Mardiasmo, 2004). Tapinos et al (2005) dalam Mittal (2015) melakukan pengamatan secara
empirik bahwa terdapat pengaruh yang lebih besar dari manajemen kinerja
terhadap proses perencanaan strategis di organisasi yang beroperasi dalam
lingkungan yang berubah dengan cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
keterkaitan perencanaan strategis dan pengukuran kinerja sangat erat.
Namun
masih banyak permasalahan yang dihadapi organisasi sektor publik dalam
perencanaan strategis dan pengukuran kinerja,
di antaranya adalah: 1) mayoritas organisasi publik menghabiskan sedikit
waktu untuk memperjelas dan menyepakati strategi; 2) Sebagian besar organisasi publik menghabiskan terlalu banyak
waktu untuk mengukur sesuatu yang mudah diukur; 3) Organisasi publik tidak
memberikan usaha yang cukup untuk memastikan data kinerja dapat menjadi gagasan
yang berarti dan pembelajaran (Bernard Marr, 2008).
Selain
permasalahan tersebut di atas, Mahsun (2009 : 22), mengemukakan beberapa
kendala pengukuran kinerja organisasi sektor publik antara lain: 1) Kinerja
organisasi sektor publik tidak bisa dinilai hanya berdasar rasio-rasio
keuangan, karena tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba; 2) Output berupa pelayanan biasanya bersifat
kualitatif, intangible dan indirect sehingga sulit diukur; 3) Antara
input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung (discretionary cost center) karena sulitnya menetapkan standar
sebagai tolok ukur produktivitas; 4) Tidak beroperasi berdasarkan market forces sehingga tidak ada
pembanding yang independen dan memerlukan instrumen pengganti mekanisme pasar
dalam mengukur kinerja; 5) Mengukur kepuasan masyarakat yang heterogen dari
jasa pelayanan organisasi sektor publik tidak mudah dilakukan.
Smith
(1993) dalam Bruijn (2002: 579) menambahkan, kinerja pemerintahan sulit untuk
diukur disebabkan outcome sebagai
dampak akhir sangat tergantung pada banyak faktor. Misalnya jangka waktu
pencapaian dengan dampak yang timbul mungkin terlalu lama. Sehingga yang dapat
diukur adalah dampak yang langsung (output).
Inilah mengapa banyak sistem pengukuran kinerja memusatkan perhatian pada output.
Sistem
pengukuran kinerja yang terpusat pada output
tidak menjadi masalah, selama output
tersebut memberikan kontribusi bagi pencapaian outcome. Tetapi apabila sistem pengukuran kinerja terpusat pada output hanya karena mudah diukur dan
mengabaikan pencapaian outcome, maka
hal tersebut akan memberikan dampak buruk bagi kinerja organisasi.
Pengukuran
kinerja merupakan bagian dari manajemen kinerja, namun banyak organisasi publik
yang melakuan pendekatan manajemen kinerja dengan penekanan pada mengumpulkan
dan melaporkan data, sehingga tidak memberikan tambahan wawasan untuk
pembelajaran dan peningkatan kinerja. Pengukuran kinerja yang sangat mekanistik
dan terfokus pada angka tersebut menyebabkan organisasi tidak bisa melakukan
peningkatan kinerja seperti yang diharapkan (Marr, 2008).
Pengertian
manajemen kinerja dalam Performance
Management Handbook Departemen Energi Amerika Serikat yang dikutip oleh
Mahmudi (2010), yaitu suatu pendekatan sistemik untuk memperbaiki kinerja
melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran strategik;
mengukur kinerja; mengumpulkan; menganalisis; menelaah; dan melaporkan data
kinerja; serta menggunakan data tersebut untuk memacu perbaikan kinerja.
Perbedaan
utama antara pengukuran kinerja dengan manajemen kinerja adalah pengukuran
kinerja terkait dengan masa lalu, sedangkan manajemen kinerja meramalkan (extrapolate) data untuk memberikan informasi tentang masa depan
(Lebas, 1995 dalam Fryer, et al, 2009).
Berbagai
literatur mengidentifikasi ciri utama dari sistem manajemen kinerja yang berhasil,
yaitu: 1) menyelaraskan sistem manajemen kinerja dengan sistem dan strategi
yang ada pada organisasi; 2) komitmen dari pimpinan; 3) sebuah budaya yang
dilihat sebagai cara untuk meningkatkan dan mengidentifikasi kinerja yang baik,
bukan sebagai beban yang digunakan untuk menghukum orang yang kinerjanya
rendah; 4) keterlibatan stakeholder;
dan 5) monitoring, umpang balik, diseminasi dan pembelajaran dari hasil yang
kontinyu (Fryer, et al, 2009).
Menurut
Neely dan Bourne (2000) dalam Pun dan White (2005), ada dua alasan mengapa
inisiatif pengukuran kinerja gagal. Pertama adalah sistem pengukuran kinerja
tersebut tidak dirancang dengan baik.
Kedua adalah sistem pengukuran kinerja tersebut sulit untuk
diimplementasikan.
Sedangkan Fryer et al (2009) menyatakan bahwa ada tiga masalah utama pada sistem
manajemen kinerja, yaitu (1) teknis (technical);
(2) sistem (systems); dan (3) keterlibatan
(involvement). Masalah teknis terkait
dengan indikator dan data, pengumpulannya, interpretasi dan analisis. Hal ini
didominasi oleh masalah “keras” (“hard”) dan terutama pada kualitas
data, pemilihan indikator, validasi, pelaporan dan pengunaan, serta
interpretasi. Masalah sistem merujuk pada isu yang lebih besar, yaitu integrasi
sistem kinerja dengan sistem yang ada (existing
systems), kurangnya fokus strategis yang mendorong pandangan jangka pendek,
ambiguitas pada tujuan kinerja, sub-optimisasi dan biaya manajemen kinerja.
Masalah ketiga mencakup masalah yang
“lunak” (“softer”), masalah manusia
dan lingkungan mereka dalam sistem manajemen kinerja, antara lain kurangnya
keterlibatan pelanggan, kecurangan/permainan (gaming) dan kurangnya keterlibatan dari seluruh organisasi,
termasuk dukungan yang kurang dari manajemen tingkat yang lebih tinggi atau
para pembuat keputusan. Ketiga permasalahan ini tidak bisa diselesaikan dengan
pendekatan konvensional yang fragmantis, dan dibutuhkan pendekatan sistem yang
holistik.
Sistem manajemen kinerja akan lebih
efektif dalam jangka panjang jika diselaraskan dengan strategi dan didorong
oleh proses manajemen strategi. Sehingga, bentuk sistem pengukuran/manajemen
kinerja yang dipilih akan sangat tergantung pada bentuk dan isi dari strategi.
Perencanaan dan manajemen strategis memberikan sebuah bingkai penting bagi
manajemen kinerja yang efektif, manajemen kinerja itu sendiri terkadang dapat
memperkaya perencanaan strategis dengan memperjelas strategi (Moynihan, 2008
dalam Poister, 2010).
Referensi:
Bruijn, Hans
de. 2002. “Performance Measurement in The Public Sector: Strategies to Cope
with The Risks of Performance
Measurement”. The International
Journal of Public Sector Management. © MCB Up Limited,0951-3558 DOI
10.11081 095135 5021044.
Fryer, Karen. Jiju Antony. Susan Ogden. 2009. "Performance Management
in The Public Sector", International
Journal of Public Sector Management, Vol. 22 Iss 6 pp. 478 – 498.
Liu, Wenbin
B., Wei Meng, John Mingers, Ning Tang, Wei Wang. 2012. “Developing A Performance
Management System Using Soft Systems Methodology: A Chinese Case Study”, European Journal of Operational Research
223 (2012) 529–54.
MacAdam, et.
al., 2002. “Sustaining Quality in the UK Public Sector. Quality Measurements
Framework”. In International Journal of
Quality & Reliability Management. Vol. 19. No. 5, 2002. pp. 581-595.
Mahmudi, 2010.
Manajemen Kinerja Sektor Publik.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mahsun,
Mohamad, 2009. Pengukuran Kinerja Sektor
Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Mardiasmo, 2004.
Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Marr, Bernard.
2005. Strategic Performance Management,
Levering and Measuring Your Intangible Value Driver, Elsevier Ltd, Oxford:
UK.
____________.
2008. Managing and Delivering Performance,
Elsevier Ltd, Oxford: UK.
Mittal,
Mohammad Akhtar Raj Kumar. 2015. "Implementation Issues and Their Impact
on Strategic Performance Management System Effectiveness – An Empirical Study
of Indian Oil Industry", Measuring
Business Excellence, Vol. 19 Iss 2 pp. 71 – 82.
Poister,
Theodore H. 2010. “The Future of Strategic Planning in the Public Sector:
Linking Strategic Management and Performance”. Public Administration Review, Dec 2010; 70, S1; pg. S246 –S254.
International Bibliography of the Social Sciences (IBSS).
Pun, Kit Fai
dan Anthony Sydney White. 2005. “A Performance Measurement Paradigm for
Integrating Strategy Formulation: A Review of Systems and Frameworks”. International Journal of Management Reviews.
Vol. 7 Issue 1, pp. 49-71.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar